"Masalah polusi udara, konsumsi rokok yang tinggi dan kepatuhan tidak merokok di tempat umum yang rendah, penularan penyakit paru belum terkendali masih menjadi masalah utama di Indonesia," kata Ketua Umum Panitia Konas PDPI Agus Dwi Susanto dalam agenda webinar yang dipantau secara virtual di Jakarta, Jumat.
Persoalan terkait kesehatan paru juga ditambah dengan kejadian re-emerging disease yang menjadi ancaman seperti COVID-19 masih menjadi hal utama yang menyebabkan kesakitan, kematian dan berdampak pada produktifitas dan pembiayaan kesehatan yang tinggi, kata Agus.
Ia mengatakan salah satu penyakit yang masih menjadi tantangan adalah tuberculosis (TBC). Data terakhir tahun 2020 menunjukkan besarnya kasus secara nasional mencapai 67 persen, terjadi pada usia produktif sebesar 15 hingga 54 persen, dan 9 persen pada usia anak kurang dari 15 tahun terkena TBC.
Baca juga: Kembali digelar, KONAS PDPI bahas isu-isu kedokteran di tengah pandemi
Baca juga: Dokter: Kanker paru jadi penyebab kematian tertinggi di Indonesia
Menurut Agus, Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban TBC tertinggi di dunia dengan perkiraan jumlah orang yang jatuh sakit akibat TBC mencapai 845.000 dengan angka kematian sebanyak 98.000 atau setara dengan 11 kematian per jam.
"PDPI sebagai organisasi yang yang beranggotakan dokter di bidang Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi selalu memiliki komitmen dalam menangani permasalahan di bidang respirasi termasuk dalam rangka penanggulangan TBC dengan berperan aktif dalam promotif, preventif dan penanganan kasus-kasus TBC sesuai dengan pengobatan standar," katanya.
Peserta acara tersebut diingatkan untuk senantiasa menjadikan TBC sebagai salah satu topik yang dibahas dengan menampilkan data-data terbaru, penanganan terbaru dan strategi-strategi terbaru untuk mendukung eliminasi TBC 2030.
"Oleh karena itu dalam menyambut PP No.67 Tahun 2021 tentang Penanggulangan Tuberkulosis akan senantiasa berkomitmen dan bersinergi terhadap kebijakan tersebut," katanya.
PDPI bersepakat untuk menerapkan upaya penguatan program di antaranya menyiapkan dan mengimplementasikan perencanaan melalui pemetaan area yang dilaporkan mengalami penurunan kasus selama pandemi COVID-19, penemuan kasus secara intensif melalui active case finding pada wilayah dan populasi rentan serta menyediakan nutrisi untuk pasien TBC dan keluarganya.
Penguatan juga dilakukan pada upaya meningkatkan pemanfaatan teknologi digital seperti tele consultations untuk meningkatkan akses ke layanan kesehatan, layanan virtual pada pasien TBC, monitoring dan tatalaksana.
"Penguatan program juga kita terapkan pada level komunitas melalui community capacity building dan community networks," katanya.
Terakhir, kata Agus, adalah penguatan pada pemanfaatan penelitian untuk kebaikan pasien.
"Tuberkulosis perlu menjadi kegiatan lintas program atau sektor dengan program dan dukungan sumber daya. Penanganan TBC juga meliputi masalah kesehatan terkait HIV, DM, rokok, gizi dan lain-lain," katanya.
Untuk itu Agus berpesan kepada seluruh anggota untuk terus memperkuat peran dokter spesialis paru dalam penanganan pasien sesuai paduan, penyuluhan kesehatan, pendidikan tenaga Kesehatan, dokter, dokter spesialis.
"Kita juga memperkuat komunikasi dengan sektor kesehatan pusat dan daerah, melakukan advokasi lintas sektor pemerintah dan swasta, melakukan publikasi ilmiah dan popular, riset dasar, klinik dan kajian lapangan serta menjadi garda utama eliminasi TBC," katanya.*
Baca juga: PDPI: Tangani serius pandemi agar tak seperti kejadian di India
Baca juga: Organisasi profesi dokter dorong pemerintah terapkan PPKM serentak
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021