"Aspirasi rakyat Yogyakarta harus didengarkan dan bagaimana mencari titik temu antara konstitusi dengan historikal Yogyakarta," kata Muladi, di Kantor Lemhanas, Jakarta, Kamis.
Menurut Muladi, Lemhannas memang belum memberi solusi terkait masalah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), tetapi yang paling utama dalam menyelesaikan masalah RUU Keistimewaan DIY adalah dialog yang mendalam antara Mendagri, DPR, DPD dan Sri Sultan.
"Jadi jangan berbicara sendiri-sendiri. Jangan sampai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi korban. Jadi perlu sinergi antara DPR dan DPD dan Kesultanan," ujarnya.
Terkait pemilihan Gubernur DIY dilakukan DPRD atau dengan pemilihan langsung, Muladi berpendapat, harus disesuaikan dengan keinginan masyarakat.
"Karena finansial dan politik besar. Kalau otonomi daerah itu dearah tingkat II, itu logis. Yang pasti aspirasi masyarakat Yogya perlu didengar karena menyangkut sejarah dan ini sensitif," ucapnya.
Sementara itu, Mendagri Gamawan Fauzi menegaskan, Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam tidak akan sekedar menjadi simbol bagi Daerah Istimewa Yogyakarta, karena memiliki kewenangan-kewenangan tertentu.
"Sultan bukan sekedar simbol seperti di banyak negara lain, raja sebagai simbol. Tetapi Sultan punya kewenangan tertentu, karena itu namanya Gubernur Utama," katanya.
Pemerintah, melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri), telah selesai merumuskan Rancangan Undang Undang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (RUUK DIY) posisi RUUK DIY.
Dalam draft tersebut, Sultan Hamengku Buwono ditempatkan sebagai Gubernur Utama dan Paku Alam sebagai Wakil Gubernur Utama.
Ia menjelaskan, posisi Sultan Hamengku Buwono dan Paku Alam adalah orang nomor satu dan dua di DIY.
Sedangkan untuk menjalankan pemerintahan, dipilih gubernur DIY secara demokratis sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang.
Sebelumnya, Mendagri menjelaskan ada kekhususan apabila Sultan mencalonkan diri sebagai Gubernur DIY.
Jika Sultan maju sebagai calon gubernur maka berlaku ketentuan khusus yakni dapat otomatis maju tanpa perlu diajukan oleh partai politik dan tidak memerlukan persyaratan 15 persen suara.
Jika Sultan maju sebagai gubernur, maka kerabat keraton tidak boleh maju. Apabila Sultan hanya satu-satunya calon gubernur untuk DIY, maka DPRD dapat langsung menetapkannya sebagai kepala daerah, jelasnya.
Soal kewenangan Sultan dan Paku Alam sebagai Gubernur Utama dan Wakil Gubernur Utama, Gamawan menjelaskan kewenangan tersebut di antaranya hak protokoler, kedudukan keuangan, memelihara nilai-nilai budaya dan sosial masyarakat Yogyakarta, dan menentukan peraturan daerah istimewa (Perdais).
"Perdais harus ada arahan dari Sultan dan Paku Alam. Demikian pula untuk perumusan anggaran, harus ada arahan umum dari Sultan," katanya.
Apabila Sultan tidak setuju dengan rancangan Perdais yang telah disusun, maka dapat dikembalikan ke DPRD. (S037/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010