"Sekarang saya tidak ada lagi rasa ewuh pakewuh (tidak enak hati) jika harus turun berjuang di jalan, saya siap jika ada elemen pendukung penetapan yang mengajak saya untuk turun ke jalan," kata Prabukusumo, Kamis.
Menurut dia, meskipun harus turun ke jalan dan melakukan aksi besar-besaran namun jangan sampai terjadi aksi anarkis.
"Jangan sampai ada aksi anarkis di Yogyakarta tercinta ini, karena jika sampai ini terjadi maka justru akan merugikan diri sendiri," katanya.
Ia mengatakan, dirinya sebelumnya juga pernah melakukan aksi turun ke jalan beberapa tahun lalu ketika DPRD Provinsi DIY melakukan pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY.
"Saat ini saya sangat tidak setuju dengan pemilihan, seperti dengan yang terjadi saat ini karena itu jelas bertentangan dengan konstitusi sehingga saya turun ke jalan, bahkan saat itu saya katakan jika jika tetap memaksakan pemilihan maka akan terjadi kekacauan di Malioboro. Dan akhirnya pemilihan itupun dibatalkan," katanya.
Prabukusumo mengatakan, dirinya berharap pengetahuan tentang keistimewaan DIY bisa diajarkan pada generasi muda di sekolah-sekolah.
"Saya memiliki pengamalan yang baik, dimana anak saya yang kuliah di salah satu perguruan tinggi swasta, ternyata di kampus tersebut ada semacam pengajaran tentang sejarah keistimewaan Yogyakarta. Ini diberikan dengan menggunakan satu jam dari dua jam mata kuliah," katanya.
Lebih lanjut ia mengatakan, beberapa pihak yang terus mengutak atik keistimewaan DIY pada dasarnya tidak pernah paham betul akan sejarah.
"Mereka tidak mengerti benar soal sejarah keistimewaan DIY. Seharusnya mereka yang tak mau mengakui keistimewaan DIY bisa menempatkan dan membayangkan dirinya sebagai Sultan dan Paku Alam. Bagaimana ia menyerahkan harga dirinya menjadi gubernur dan tunduk dengan berbagai aturan, ini adalah pengorbanan yang besar," katanya.
(V001/B010)
Editor: Bambang
Copyright © ANTARA 2010