Jakarta (ANTARA News) - Luthfi Assyaukanie, salah seorang pembicara dalam diskusi "Tantangan Kebebasan Berpikir dan Berekspresi Indonesia" mengatakan bahwa kualitas kebebasan pers di Indonesia sejak 2004 terus merosot tajam.
Dalam diskusi yang digelar di Hotel Bidakara Jakarta, Rabu, Syaukanie mengatakan hal itu mengutip laporan dari 'Reporters sans Frontiers'.
Menurut lembaga pemantau pers dunia itu, pasca Reformasi, pada 2002 Indonesia berada diurutan 57 dalam hal kebebasan pers. Tetapi sejak tahun 2004 dan bahkan pada 2010 kebebasan pers di Indonesia merosot jauh ke urutan 117.
"Sikap ragu-ragu dan ketidakcakapan dalam memimpin memperburuk situasi kebebasan berpikir dan berekspresi di negara ini," tandas Syaukanie.
Selain tantangan dari pemerintah, masyarakat dan produk hukum, terutama peraturan-peraturan daerah yang tidak toleran juga menjadi hambatan utama pemenuhan hak-hak dasar itu di Indonesia.
Selain dalam bidang pers, Syakanie juga menyoroti mengenai turunnya kualitas kebebasan beragama di Indonesia.
Menurutnya, pemerintah turut andil dalam turunnya kualitas kebebasan beragama di Indonesia.
Dalam diskusi yang diselenggarakan untuk memperingati 10 tahun kelahiran yayasan Tifa di Indonesia itu, Syaukanie yang juga menjabat sebagai Dewan Pengarah Yayasan Kemanusiaan dan Pendidikan itu menegaskan bahwa ketidaktegasan pemerintah dalam melindungi kebebasan umat beragama menyebabkan terancamnya kebebasan beragama di tanah air.
"Berbagai kasus kekerasan yang menimpa minoritas umat beragama disebabkan, salah satunya, oleh ketidaktegasan pemerintah. Kepala negara bertanggung jawab terhadap setiap kekerasan yang menelan korban dan mencederai hak-hak minoritas," kata Syaukanie.
(Ber/S026)
Pewarta:
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010