Jakarta (ANTARA) - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan Zoelva menyebut putusan MK mengenai tes wawasan kebangsaan (TWK) di KPK sudah final dan mengikat.
"Bagi saya putusan MK No 34/PUU-XIX/2021 ini mengunci kemungkinan pegawai KPK diloloskan sebagai ASN karena MK menilai tindakan KPK sebagai lembaga yang melakukan tes sudah konsitusional, ini memberikan kata akhir dari perdebatan," kata Hamdan Zoelva di kanal YouTube "Salam Radio Channel", Jumat.
MK pada hari Selasa (31/8) menolak gugatan uji materi yang diajukan Muh Yusuf Sahide selaku Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia.
Dalam putusan uji materi Nomor 34/PUU-XIX/2021, MK menyatakan Pasal 69B Ayat (1) dan Pasal 69C Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPK) berlaku bukan hanya bagi pegawai KPK yang tidak lolos TWK, melainkan juga untuk seluruh pegawai KPK, atau tidak bersifat diskriminasi sehingga tetap konstitusional.
"Putusan kedua ini sebenarnya menguatkan Putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 karena memang tidak boleh seseorang yang sudah dapat hak dalam hal ini telah menjadi ASN lalu dirugikan haknya oleh aturan baru meski aturan baru tersebut dikeluarkan dengan benar. Kalau seperti itu, hukum jadi tidak pasti dan tidak adil," kata Dr. H. Hamdan Zoelva, S.H., M.H.
Namun, Hamdan mengakui bahwa putusan MK itu berada pada tataran yang kabur dan normatif.
Baca juga: 4 hakim MK beri alasan berbeda soal alih status pegawai KPK jadi ASN
Menurut dia, putusan MK ini menyisakan masalah yang terjadi dalam tataran praktis, apakah secara otomatis dampak dari peraturan KPK yang mengharuskan adanya TWK menimbulkan implikasi ada yang lolos dan tidak lolos atau walau ada TWK tetapi secara otomatis semuanya jadi ASN?
"Ini masih menimbulkan perdebatan karena MK dalam tataran yang masih normatif konsitusional," ucap Hamdan ketika tampil dalam diskusi bertajuk "Mengkaji Ketok Palu MK untuk TWK KPK" yang dipandu Titi Anggraini.
Hamdan cenderung menyetujui alasan yang disampaikan oleh empat orang hakim konstitusi yang mengajukan alasan berbeda (concurring opinion), yaitu Wahiduddin Adams, Suhartoyo, Saldi Isra, dan Enny Nurbaningsih.
Menurut keempat hakim konstitusi dan sesuai dengan pertimbangan hukum Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 70/PUU-XVII/2019, "status peralihan" bagi penyelidik atau penyidik KPK dan bagi pegawai KPK bukanlah proses seleksi calon pegawai baru atau seleksi ASN baru yang mengharuskan untuk dapat dilakukan berbagai bentuk seleksi sehingga sebagiannya dapat dinyatakan "memenuhi syarat" dan sebagian lagi dapat dinyatakan "tidak memenuhi syarat" agar tetap memberikan kepastian hukum bagi penyelidik, penyidik, dan pegawai KPK.
Hamdan menekankan bahwa hal terpenting adalah lembaga negara merupakan pelaksana kedaulatan rakyat yang harus mendengar suara rakyat.
"Kalau tidak mendengar suara rakyat, artinya negara memang konstitusional tetapi tidak demokratis, negara konstitusional demokratis artinya organ negara harus mendengar denyut nadi rakyatnya itulah negara rule of law, kalau tidak mendengar namanya rule by law," kata Hamdan yang juga Ketua Umum Pimpinan Pusat/Lajnah Tanfiziah Syarikat Islam.
Baca juga: MK nyatakan alih status pegawai KPK lewat TWK tetap konstitusional
Uji materi tersebut timbul tidak lepas dari pelaksanaan TWK di KPK yang berlangsung pada bulan Maret sampai dengan April 2021 yang diikuti 1.351 orang pegawai. Namun, sebanyak 1.271 orang lolos, kemudian dilantik sebagai ASN.
Setelah KPK berkoordinasi dengan sejumlah lembaga negara, diputuskan dari 75 orang pegawai yang tidak lolos TWK, ada 24 orang yang yang dapat dibina, artinya ada 51 orang pegawai yang akan diberhentikan.
Dari 24 orang tersebut, sebanyak 18 orang telah mengikuti pelatihan bela negara dan akan menyusul dilantik sebagai ASN. Artinya, sebanyak 57 pegawai KPK akan diberhentikan dengan hormat pada tanggal 1 November 2021.
Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021