Jakarta (ANTARA News) - Keberhasilan Ilham Habibie meraih suara terbanyak dalam pemilihan anggota presidium ICMI menumbuhkan harapan agar putra sulung mantan Presiden BJ Habibie mampu mengembalikan kejayaan organisasi para cendekiawan muslim tersebut.
Harapan itu bukan hanya karena Ilham penyandang nama Habibie, tetapi dia dikenal pula sebagai tokoh muda produktif yang kompetensinya "membumi", Sehingga sekaligus mampu merangsang munculnya tokoh muda lainnya sebagai calom pemimpin nasional, kata Ketua Dewan Pakar ICMI periode 2005-2010 Ginandjar Kartasasmita di Jakarta, Rabu.
Berikut kutipan wawancara ANTARA (ANT) dengan Ginandjar Kartasasmita (GK):
ANT: Apa tanggapan anda atas keberhasilan Ilham Habibie meraih suara terbanyak sebagai anggota Presidium ICMI?
GK: Saya sangat bangga dan gembira bahwa ICMI memilih Ilham Habibie menjadi anggota Presidium ICMI, dengan suara terbanyak. Kata kuncinya adalah "suara terbanyak".
Dia mengalahkan tokoh-tokoh besar ICMI, yang telah malang melintang dalam komunitas ICMI. Bahkan mengalahkan orang politik yang menduduki jabatan tinggi di partai, dan di pemerintahan serta di parlemen, seperti Zulkifli Hasan, mantan sekjen PAN yang sekarang menjabat Menteri Kehutanan.
Dia sama sekali tidak masuk. Dan juga Priyo Budi Santoso, salah seorang Ketua DPP Partai Golkar, yang juga Wakil Ketua DPR, yang masuk tapi hanya diurutan keempat dibawah, selain Ilham juga Nanat Fatah Natsir, Rektor UIN Sunan Gunung Djati dan Marwah Daud Ibrahim, mantan anggota DPR dari Golkar. Selamat datang, Ilham .
ANT: Apa yang signifikan dari kemenangan Ilham? Apakah karena dia menyandang nama Habibie?
GK: Mungkin ya, tapi hanya sebagian saja. Raihan suara Ilham, membuktikan bahwa Pak Habibie masih tokoh utama ICMI. Ilham bisa dipandang sebagai "proxy- Habibie". Belum ada tokoh yang menandingi Pak Habibie bagi ICMI. Tapi selain itu saya kira ada faktor lain yang lebih besar.
ANT: Faktor lain apa saja?
GK: Beberapa hal diantaranya, pertama, masyarakat mendambagakan tokoh yang konkret, yang bisa berkontribusi nyata bagi pembangunan bangsa. Bukan hanya dengan pidato dan retorika politik.
Ada kesadaran yang makin kuat akan perlunya tokoh yang kompetensinya membumi, bukan hanya berwacana. Kedua, apa yang terjadi di Bogor itu menunjukkan rakyat mendambakan seorang tokoh muda.
ANT: Tetapi kenapa Ilham?
GK: Karena pemimpin masa depan harus mampu membangun daya saing bangsa dalam era globalisasi. Apa kunci daya saing? Teknologi. Bukan cuma pintar bicara di media.
Yang eksis hanya dibelakang meja atau corong televisi. Tidak pernah bekerja di bidang yang produktif. Ketiga, Ilham bisa merangsang persaingan di antara tokoh-tokoh muda, untuk menjadi calon pimpinan nasional di tahun 2014, atau kalau tidak keburu tahun 2019.
Tokoh-tokoh profesional yang substansial harus tampil menjadi tokoh politik. Urusan negara terlalu rumit, kalau mengandalkan pada politisi yang hanya politikus.
ANT: Maksudnya?
GK: Lihat Bung Karno, Bapak Kemerdekaan ini adalah seorang insinyur. Pak Djuanda, yang pada 13 Desember 1957 mendeklarasikan prinsip yang kemudian jadi Wawasan Nusantara, yang kita kenal sebagai Maklumat Djuanda.
Sekarang prinsip itu sudah jadi kesepakatan dunia, dengan UNCLOS (Konvensi Hukum Laut PBB-red). Beliau juga seorang insinyur.
ANT: Lalu apakah Ilham harus melakukan hal yang sama dengan mereka?
GK: Untuk Ilham, jangan pikirkan itu. Biarlah mengalir secara alamiah. Sekarang konsentrasi saja dengan ICMI. Sekarang memimpin ICMI agar betul-betul menjadi organisasi cendekiawan, yang bersifat arif dan cendekia.
Kita harapkan Ilham dapat mengembalikan kejayaan ICMI pada waktu zaman ayahnya. Tapi dalam lingkungan sosial politik yang berbeda. Tantangannya jauh lebih besar. Tapi setiap generasi diharapkan bisa lebih baik dan lebih maju dari genereasi sebelumnya. (*)
(T.F004A011/R009)
Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010