"Sejak ditetapkan sebagai kawasan lindung pada 2009, sejumlah flora dan fauna langka kami lindungi agar tidak punah," kata Hubungan Masyarakat KPH Kebonharjo Sujono di Rembang, Selasa.
Ia menyebutkan bahwa kawasan Pegunungan Lasem merupakan habitat fauna langka seperti elang hitam, kijang, dan belibis.
"Mengantisipasi perburuan liar, di beberapa titik kami pasang tanda peringatan larangan berburu," katanya seraya menambahkan bahwa pihaknya akan memidanakan siapa saja yang melanggar peringatan tersebut.
Selain fauna, di kawasan tersebut juga terdapat 51 jenis pohon langka, salah satunya pohon duku woro berusia ratusan tahun yang konon merupakan peninggalan era kerajaan Majapahit.
Menurutnya, pegunungan Lasem yang memiliki luas 2.497,74 hektare dan berada di wilayah KPH Kebonharjo itu, juga merupakan area konservasi air.
"Kawasan Pegunungan Lasem juga menjadi penopang daerah aliran Sungai Lasem dan Blitung. Di kawasan ini, terdapat delapan mata air, antara lain mata air Klumpit, Belik, Tretes, Watu Gunung, dan Jambai," katanya.
Agar kawasan lindung tidak rusak, katanya, Pegununungan Lasem juga tertutup untuk kegiatan penambangan.
Salah seorang tokoh masyarakat setempat Slamet Wijaya mengatakan bahwa Perum Perhutani KPH Kebonharjo mestinya juga memerhatikan situs budaya dan sejarah di Pegunungan Lasem.
"Salah satunya situs Kerajaan Majapahit peninggalan Hayam Wuruk, yang terletak di lereng Pegunungan Lasem di Desa Kajar, Kecamatan Lasem," katanya.
Menurutnya, situs-situs berupa ukiran tapak kaki Hayam Wuruk, kursi kajar, lingga kajar, dan gua tinatah menjadi salah satu pusat pendidikan prajurit Majapahit dan pernah disinggahi Hayam Wuruk saat pemerintahan Bhre Lasem.
"Ke depan, selain melindungi flora dan fauna, KPH Kebonharjo diharapkan agar bisa mengemas sejumlah situs peninggalan Kerajaan Majapahit tersebut menjadi kawasan wisata sejarah," katanya. (*)
ANT/R007
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010