Penyebaran COVID-19 masih menjadi penyebab terbebaninya sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut sejak Juli 2021
Jakarta (ANTARA) - Purchasing Managers’ Index (PMI) sektor manufaktur Indonesia yang membaik di level 43,7 pada Agustus 2021 dibandingkan 40,1 pada Juli 2021, menunjukkan sinyal pemulihan ekonomi nasional terus menguat.
“Penyebaran COVID-19 masih menjadi penyebab terbebaninya sektor manufaktur selama dua bulan berturut-turut sejak Juli 2021,” kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Febrio Kacaribu di Jakarta, Kamis.
Kontraksi PMI Manufaktur Indonesia sejalan dengan kontraksi beberapa negara termasuk enam negara konstituen PMI lainnya di ASEAN yakni Myanmar yang pada Juli 33,5 dan Agustus 36,5, Vietnam 45,1 dan 40,2, serta Malaysia 40,1 dan 43,4. Kemudian Singapura 56,3 pada Juli dan 44,3 pada Agustus, Filipina 50,4 dan 46,4, serta Thailand 48,7 dan 48,3.
PMI Manufaktur di ASEAN sebagian besar mengalami penurunan dari Juli akibat tren kasus yang masih cukup tinggi dan bervariasinya kebijakan reopening yang dilakukan negara-negara tersebut.
Meski angkanya membaik dibandingkan posisi Juli namun output dan permintaan baru masih terkontraksi pada Agustus, sebab adanya hambatan pada produksi dan permintaan yang disebabkan oleh eskalasi kasus COVID-19.
“Tekanan itu sedikit mereda seiring puncak kasus pada Juli yang telah terlewati. Permintaan ekspor baru juga masih tercatat menurun meski dalam kisaran yang lebih lambat,” ujarnya.
Sementara itu, perusahaan masih mewaspadai gelombang kedua COVID-19 sehingga terdapat pengurangan tenaga kerja.
Untuk kebijakan WFH dan absen kerja yang masih berlangsung membuat kapasitas perusahaan menurun, tercermin dari peningkatan akumulasi penumpukan pekerjaan.
Dari sisi pembelian dan stok, perusahaan juga mengurangi aktivitas pembelian meski pada laju yang lebih rendah dibandingkan Juli.
Kendala pengiriman yang masih disebabkan oleh gangguan COVID-19 menyebabkan perpanjangan waktu pemenuhan pesanan selama 19 bulan berturut-turut.
Selain karena kendala tersebut, permintaan yang masih menurun juga membuat stok barang jadi di sektor manufaktur tercatat meningkat.
Kemudian dari sisi harga, COVID-19 terus menyebabkan kenaikan biaya input dan output yakni kenaikan harga bahan baku membuat akselerasi inflasi harga input yang tercepat sejak Januari 2014.
“Perusahaan masih meneruskan sebagian beban biaya kepada klien sehingga biaya output juga tercatat menguat,” katanya.
Secara keseluruhan, sentimen pada perusahaan manufaktur Indonesia melemah sejak Juli seiring diberlakukannya PPKM di Wilayah Jawa dan Bali sebagai upaya pengendalian pandemi.
Meski demikian, tingkat kepercayaan bisnis terkait perkiraan produksi setahun ke depan masih berada di atas rata-rata survei sehingga mencerminkan harapan perbaikan dalam situasi COVID-19.
Febrio memastikan pemerintah akan terus mempercepat vaksinasi serta memberikan stimulus bagi dunia usaha melalui program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).
Ia menegaskan kerja sama masyarakat juga harus terus didorong untuk menjaga momentum pemulihan yang sedang berlangsung sehingga tercipta pemulihan sektor manufaktur yang strategis bagi perekonomian.
Baca juga: PMI manufaktur RI kembali naik, capai 43,7 pada Agustus 2021
Baca juga: Sri Mulyani sebut kinerja manufaktur global positif 13 bulan beruntun
Baca juga: Menperin optimistis PMI Manufaktur turun bersifat temporer
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021