Putussibau, Kapuas Hulu (ANTARA) - Masyarakat adat Suku Dayak Ketemenggungan Punan Uhen Kereho bersama pasukan merah Tariu Borneo Bangkule Rajakng (TBBR) mendatangi Gedung DPRD Kapuas Hulu menuntut pertanggungjawaban PT Kawedar Wood Industry (KWI) yang di duga merusak dan menggeser patok batas Desa Cempaka Baru Kecamatan Putussibau Selatan wilayah Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

"Patok batas desa kami rusak dan bergeser akibat ulah perusahaan PT KWI, kami menuntut secara adat, karena untuk mendirikan patok batas itu kami melakukan ritual adat secara keramat, namun tidak ada itikad baik dari perusahaan dan tidak menghargai adat istiadat kami," kata perwakilan masyarakat adat Punan Uheng Kereho Surya, saat audensi di DPRD Kapuas Hulu, Kamis.

Disampaikan Surya, pihak PT KWI mestinya memperhatikan masyarakat, karena masyarakat setempat sejak nenek moyang menjaga lingkungan, yang saat ini menjadi lahan perusahaan untuk mencari keuntungan.

Hal senada dikatakan, Kepala Desa Cempaka Baru Vidensius Tingom mengatakan masyarakat hanya meminta PT KWI bertangung jawab atas kerusakan dan bergesernya patok batas desa antara Desa Cempaka Baru dengan PT KWI.

Baca juga: Dewan Adat Dayak Kapuas Hulu dukung pemerintah tanggulangi karhutla

Baca juga: Rumah Betang Dayak Taman Kapuas Sayut Kapuas Hulu terbakar

"Bukan sekedar membangun kembali, tetapi ada tuntutan adat dari masyarakat kami, itu yang harus dipenuhi pihak perusahaan," kata Vindensius Tingom.

Ketua Umum TBBR Kalimantan Agustinus, menjelaskan persoalan masyarakat dengan PT KWI bukan sekedar pergeseran patok batas, tetapi ada juga masalah Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan yang masuk lahan masyarakat, sehingga masyarakat sulit membuat sertifikat tanah.

"Sebenarnya masalah PT KWI itu sudah kompleks, masyarakat juga mengeluh bahwa tenaga kerja kebanyakan dari luar tidak merekrut masyarakat lokal," kata Agustinus.

Untuk itu, Agustinus meminta PT KWI segera menyelesaikan persoalan dengan masyarakat, agar tidak terjadi gejolak sosial.

"Jangan anggap TBBR bisa dibayar dengan uang, kami membela masyarakat adat yang terintimidasi, kami minta PT KWI segera menyelesaikan persoalan atau masyarakat menutup PT KWI," ujar Agustinus.

Sementara itu, Ketua DPRD Kapuas Hulu Kuswandi mengatakan penyelesaian persoalan masyarakat adat Punan Uheng Kereho dengan PT KWI akan diselesaikan melalui tim yang akan di bentuk dengan melibatkan Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, DPRD Kapuas Hulu, Masyarakat Adat Ketemenggungan Punan Uheng Kereho dan pihak PT KWI.

"Kami minta persoalan itu segera di selesaikan, pihak perusahaan jangan sampai dibiarkan berlarut-larut, karena itu masalah serius, jangan perusahaan mementingkan ego sendiri," kata Kuswandi.

Dikatakan Kuswandi, perusahaan mesti menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak di Kapuas Hulu terutama masyarakat di sekitar aktivitas PT KWI.

"Jangan sampai ada masalah, sasarannya kami di daerah, perusahaan jangan hanya mencari keuntungan semata, tanpa memperhatikan dampak sosial di masyarakat, harga adat istiadat di daerah ini, yang selalu mengedepankan rasa kekeluargaan," kata Kuswandi.

Pimpinan PT KWI Richad, yang mengikuti audensi secara virtual dari Jakarta mengatakan pihak perusahaan siap bertanggungjawab terhadap kerusakan patok batas desa.

"Kami dari awal bersedia memperbaiki dan mengembalikan posisi patok batas seperti sedia kala," kata Richad.

Richad pun menyetujui dibentuknya tim khusus untuk menyelesaikan persoalan tersebut.

"Kami mengikuti kesepakatan bersama melalui tim yang dibentuk saat audensi, untuk perwakilan dari kami akan diwakilkan oleh Pak Johani dari pihak perusahaan," kata Richad.*

Pewarta: Teofilusianto Timotius
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021