"medical wristband" yang dirancang timnya ini berbentuk sarung tangan. Pada bagian tengah alat ditanamkan sensor untuk mendeteksi gerakan di pergelangan tangan, khususnya gerakan ke arah ibu jari atau istilah medisnya radial deviasi.

Malang, Jawa Timur (ANTARA) - Empat mahasiswa Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) merancang inovasi alat medical wristband berbentuk sarung tangan sebagai pencegah terjadinya saraf terhimpit yang menyebabkan carpal tunnel syndrome (CTS).

Keempat mahasiswa FK UMM tersebut, adalah Arif Kusuma Firdaus, Aurizan Adli, Agam Siswanto Hardoyo, dan Waldiyansyah Rizkyfi Makky.

"Carpal tunnel syndrome (CTS) ini merupakan penyakit yang terjadi akibat terhimpitnya saraf yang ada di pergelangan tangan," kata anggota tim Arif Kusuma Firdaus di Malang, Jawa Timur, Kamis.

Sindrom ini umumnya ditemui pada orang-orang yang sering menggunakan tangan secara berulang dalam bekerja. "Dalam rangka mencegah CTS di kalangan pekerja, kami membuat inovasi alat medical wristband seperti sarung tangan untuk menanggulanginya.

Ia mengatakan penyakit ini umumnya menyerang pegawai kantoran, pemetik daun teh, pelinting rokok, dan gamer professional. Hal ini disebabkan penggunaan tangan yang berulang dan dalam jangka waktu yang lama, terutama saat bekerja yang membutuhkan waktu panjang.

Bagi para pekerja, katanya, penyakit ini cukup mengganggu produktivitas. Jika telah terkena sindrom ini, pergelangan tangan akan terasa sakit jika dipakai bergerak agak berat atau secara terus-menerus. Hal ini akan berpengaruh pada kehidupan sehari-hari serta aktivitas di tempat kerja.

Arif menjelaskan bahwa "medical wristband" yang dirancang timnya ini berbentuk sarung tangan. Pada bagian tengah alat ditanamkan sensor untuk mendeteksi gerakan di pergelangan tangan, khususnya gerakan ke arah ibu jari atau istilah medisnya radial deviasi.

Selanjutnya, informasi yang diperoleh dari sensor akan dikirim ke microcontroller Arduino untuk diproses. “Dari situ bisa ditentukan, apakah jumlah gerakan tangan yang dilakukan akan berisiko menjadi CTS atau tidak. Jika berisiko, alat ini akan bergetar sebagai peringatan kepada si pemakai,” ujar mahasiswa kelahiran Malang tersebut.

Perbedaan disiplin ilmu antara tim dan topik yang dibahas menjadi kendala terbesar ketika proses pembuatan alat. Anak ketiga dari empat bersaudara ini mengatakan jika seluruh kelompoknya berasal dari bidang kedokteran sementara proses pembuatan alatnya lebih condong ke bidang elektronika.

Oleh karena itu, tim ini bekerja sama dengan Lembaga Semi Otonom (LSO) Robotika UMM untuk proses pembuatan alat.

“Dalam proses pembuatan alat, kami mendiskusikan semua bahan dan komponen serta perancangan dengan LSO Robotika. Untuk bahan dalam pembuatan sensor, tim kami menggunakan fibroin dan laponite. Kedua bahan tersebut memiliki kelebihan, yaitu ramah lingkungan, sehingga lebih mudah untuk didaur ulang atau diuraikan kembali,” katanya.

Medical wristband ini diikutsertakan pada Program Kreativitas Mahasiswa Karsa Cipta (PKM-KC) dan berhasil memperoleh pendanaan dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti).

“Kami berencana melakukan pengembangan dan perbaikan lagi pada desain dan cara kerja alat ini. Kami berharap ke depan alat ini dapat disesuaikan dengan kebutuhan pasar, sehingga dapat disebarkan dan bermanfaat bagi orang banyak,” demikian Arif Kusuma Firdaus.

Baca juga: Permudah irigasi, mahasiswa UMM rancang "Smart Sensor System"

Baca juga: Tim Mobil KaCa UMM pulihkan trauma anak-anak korban gempa di Malang

Baca juga: UMM awali program bangun seribu PLMTH dari Kabupaten Malang

Pewarta: Endang Sukarelawati
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2021