Anggana (ANTARA News) - Ribuan orang menziarahi makam Raja Aji Mahkota dan Raja Aji Pangeran di Langgar di Desa Kutai Lama, Kecamatan Anggana, Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur, dalam setiap bulannya.
Raja Aji Mahkota adalah raja dari kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura yang mula-mula memeluk agama Islam pada abad ke-17.
Para peziarah juga mengunjungi dan berdoa di makam Tunggang Parangan, seorang yang dipercaya sebagai ulama besar yang mengislamkan Aji Mahkota dan Aji Pangeran.
"Para peziarah biasa ramai di akhir pekan, mulai Jumat hingga Minggu," kata Ahmad Munir, juru kunci makam Aji Mahkota. Menurut perhitungan Munir, tidak kurang dari 800 hingga 1.000 orang mengunjungi makam raja-raja tersebut setiap bulannya.
Para peziarah berasal mulai dari kota-kota provinsi di seluruh Kalimantan. Mulai dari Samarinda hingga Melak, Kutai Barat, Mulai dari Nunukan, Bulungan, hingga Paser yang dulu bersumber pada buku-buku dan sadurangas.
Kalau sudah begitu, jalan desa pun penuh dengan mobil-mobil yang parkir di tepi jalan, yaitu mulai dari gerbang makam Aji Mahkota hingga ke mulut desa. Jaraknya sekitar satu setengah kilometer. "Bisa ramai seperti pasar malam," kata Munir.
Menurut Munir, para peziarah yang baru pertama kali datang biasanya datang untuk berdoa agar hajatnya terkabul. Setelah itu, bila mereka datang lagi, maka biasanya untuk bersyukur bahwa hajatnya sudah terkabul dan berdoa lagi untuk hajatan yang lebih besar.
Makam Aji Pangeran di Langgar dan Aji Mahkota berada di tanah yang agak tinggi. Jalan ke makam itu telah diperkeras dengan semen. Untuk menaungi kedua makam dibangunlah atap di atasnya.
Bangunan atap ini tak sekedar menaungi pusara saja, tapi seluas aula ke kiri dan ke kanan dengan makam sebagai pusatnya. Aula itu telah dilengkapi pula dengan karpet-karpet sehingga nyaman sekali untuk duduk-duduk lesehan, bahkan tidur-tiduran.
Di sudut-sudut terlihat piring-piring tempat menampung abu dari bakaran obat nyamuk bakar.
Di sinilah para pengunjung duduk-duduk menunggu giliran mendekat ke pusara.
Namun demikian, Munir menegaskan bahwa tempat itu sama sekali jauh dari praktik syirik atau berdoa kepada Tuhan selain Allah, yang terlarang dan berdosa besar dalam agama Islam.
"Bukan berdoa pada makam atau minta pada arwah, sama sekali bukan. Saya hanya menganggap di sini adalah tempat yang membantu orang lebih khusuk dalam berdoa. Suasana di sini mungkin membantu mereka lebih konsentrasi, lebih sungguh-sungguh," papar Munir.
Munir melanjutkan, sebab doanya khusuk, biasanya berusahanya jadi lebih sungguh-sungguh. "Wajar kan orang yang usahanya sungguh-sungguh berhasil," kata Munir. (ANT/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010