Jakarta (ANTARA News) - Qatar menggunakan jaringan televisi berita Al-Jazeera sebagai alat tawar-menawar dalam bernegosiasi dengan negara-negara lain, demikian kawat diplomatik AS yang dibocorkan WikiLeaks, Senin.

Meskipun Al-Jazeera tegas menyatakan bahwa secara editorial mereka independen, saluran berita itu adalah "salah satu alat politik dan diplomatik Qatar paling berharga," sambung kawat diplomatik tersebut dalam The Guardian.

Negara Teluk yang pekan lalu secara kontroversi memenangkan hak siar Piala Dunia 2022, menyesuaikan liputan Al-Jazeera dengan para pemimpin asing lainnya.

Negara ini juga menawarkan transmisi penting yang murah demi ditukar dengan konsesi-konsesi.

Sebuah berita kiriman AS pada November 2009 memprediksi Al-Jazeera bisa digunakan "sebagai alat tawar-menawar untuk memperbaiki hubungan dengan negara lain, terutama negara yang memiliki hubungan buruk karena siaran Al-Jazeera, termasuk Amerika Serikat."

Al-Jazeera merevolusi media berbahasa Arab dan pemberitaan di Timur Tengah sejak didirikan pada 1996.

Kontrol pemerintah terhadap pemberitaan Al-Jazeera menjadi pembicaraan hanhat para diplomat AS yang menyebut berita-berita Al-Jazeera telah menjadi "bagian dari berbagai pembicaraan bilateral kami yang berdampak menguntungkan bagi Qatar, Arab Saudi, Yordania, Suriah dan negara-negara lainnya."

Kedutaan Amerika mengatakan kepada Washington (Gedung Putih) pada Februari mengenai "bagaimana (hubungan Qatar dan Arab Saudi] secara umum meningkat setelah Qatar melunakkan kritik keluarga kerajaan Saudi terhadap Al-Jazeera."

Duta Besar AS Joseph LeBaron, dalam salah satu kawat diplomatiknya, liputan Al-Jazeera di kawasan Timur Tengah "relatif bebas dan terbuka."

Namun dia menyimpulkan: "Meskipun ada protes dari GOQ (government of Qatar), Al-Jazeera tetap menjadi salah satu alat politik dan diplomatik yang paling berharga bagi Qatar."

Salah satu bukti Al-Jazeera telah digunakan untuk kepentingan politik, Kedubes AS di Doha mengatakan bahwa Perdana Menteri Qatar Sheikh Hamad bin Jassem bin Jabr al-Thani memanfaatkannya dalam proses tawar-menawar dengan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Pemimpin Qatar mengatakan kepada Senator AS John Kerry bahwa dia telah mengusulkan tawar-menawar dengan Presiden Mesir yang berencana menghentikan penyiarana berita di Mesir jika Kairo mengubah posisinya dalam perundingan Israel-Palestina.

"[Perdana Menteri Qatar] berkata pada Mubarak 'kita akan menghentikan Al-Jazeera selama setahun jika dia (Mubarak) setuju mengenai rentang waktu penyelesaian konfilk Palestina," demikian kawat diplomatik yang dibocorkan dari Kedutaan Besar AS di Doha, Februari.

"Mubarak tidak memberikan tanggapa apa-apa, katanya [pemimpin Qatar]."

Amerika Serikat tampaknya terdorong untuk mempersepsikan Al-Jazeera secara lebih baik sejak Barack Obama menjadi presiden Amerika.

"Bukti anekdot menunjukkan, yang juga diamini para mantan dewas redaksi Al-Jazeera, bahwa Amerika Serikat menjadi memandang lebih positif (kepada Al-Jazeera) kemunculan pemerintahan Obama," demikian kawat diplomatik bermasa November 2009 itu. (*)

AFP/Adm/AR09

Penerjemah: Adam Rizallulhaq
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010