Kupang (ANTARA News) - Wakil ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Nusa Tenggara Timur Anselmus Tallo, menyambut positif kebijakan Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh yang mengalokasikan 20 persen anggaran belanja 2011 untuk membiayai pendidikan para siswa dari keluarga miskin.
"Kebijakan Mendiknas ini akan sangat populis dan cukup membantu para orang tua siswa dan siswa itu sendiri yang tergolong tidak mampu untuk terus melanjutkan pendidikan dan merupakan salah bentuk pemerataan pendidikan bagi setiap warga negara," katanya di Kupang, Senin, terkait dengan 20 persen angaran dari Kemendiknas pada rahun anggaran 2011.
"Mulai 2011 kami akan mengalokasikan 20 persen anggaran untuk para siswa kurang mampu," kata Menteri Pendidikan Nasional Mohammad Nuh, pada diskusi panel yang diselenggarakan Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) di IPB International Convention Center (IICC) Kota Bogor, Minggu (5/12).
Menurut Nuh, kebijakan penganggaran 20 persen dari APBN untuk sektor pendidikan pada 2011 merupakan upaya mendorong peningkatan pemerataan kesempatan pendidikan.
Dikatakannya, semua komponen masyarakat baik yang mampu maupun kurang mampu harus memiliki kesempatan yang sama dalam mengakses pendidikan berkualitas.
Pengalokasian anggaran sebanyak 20 persen untuk siswa kurang mampu diharapkannya dapat memberikan kesempatan bagi mereka yang terbatas secara ekonomi untuk mendapatkan pendidikan terbaik.
Kebijakam tersebut, kata menteri, diharapkan membantu mereka yang berprestasi namun tidak mampu secara ekonomi untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang tertinggi.
"Kami berharap semua anak bangsa dapat mengenyam pendidikan dengan baik dan berkualitas," katanya.
Menurut Anselmus Tallo hingga pertengahan tahun ajaran 2010 sekitar 36.533 anak usia 13-15 tahun dari jumlah penduduk sekitar 4,6 juta jiwa lebih di Provinsi NTT tidak bersekolah, karena berbagai alasan termasuk ekonomi (kemiskinan).
Anggota Fraksi Partai Demokrat DPRD NTT ini mengatakan angka absolut anak usia 13-15 tahun yang belum bersekolah di SMP atau sederajat di NTT mencapai 36.533 orang sedangkan secara nasional masih terdapat sekitar 232 ribu anak yang belum bersekolah.
Ia menyebut lima faktor penyebab tingginya angka anak yang tidak sekolah dan putus sekolah di NTT, yakni karena masalah ekonomi yang mencapai 84,04 persen, kondisi geografis/transportasi yang sulit mencapai 7,15 persen, masalah sosial budaya dan pemahaman orang tua sekitar 5,05 persen dan kemauan anak untuk sekolah masih rendah sekitar 1,82 persen.
Dilihat dari kondisi geografi NTT, katanya, anak-anak usia 13-15 tahun yang belum mendapat layanan pendidikan pada umumnya berdomisili di daerah terpencil, terisolir dan terpencar-pencar dalam komunitas yang kecil.
"Kondisi geografis daerah merupakan kendala pengadaan layanan pendidikan bagi mereka," katanya.
Masalah kemiskinan, katanya, mengakibatkan terjadinya angka putus sekolah, karena ketidakmampuan orang tua menyekolahkan anaknya ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga apabila kebijakan Kemendiknas tersebut, berjalan, maka banyak siswa yang terancam putus sekolah atau tidak bersekolah lagi dapat dibantu dan diberdayakan. (ANT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010