Rendahnya kemampuan Bulog akan menyebabkan harga gabah di tingkat petani menjadi rendah bahkan jauh di bawah HPP

Jakarta (ANTARA) - Anggota Komisi IV DPR RI Johan Rosihan meminta Bulog dapat membenahi persoalan terkait rendahnya realisasi pengadaan gabah oleh Bulog di mana persentase serapan selalu menurun setiap tahun.

"Rendahnya kemampuan Bulog akan menyebabkan harga gabah di tingkat petani menjadi rendah bahkan jauh di bawah HPP," kata Johan Rosihan dalam rilis di Jakarta, Rabu.

Menurut Johan, sejak 2017 hingga sekarang kurva penyerapan Bulog menunjukkan trend penurunan padahal mestinya Bulog mampu optimalkan penyerapan terutama pada bulan Maret sampai Juni yang selama ini persentase serapannya hanya berkisar 50-65 persen terhadap total serapan per tahun.

Untuk itu, politisi dari Fraksi PKS itu mendorong Bulog sebagai operator pangan bisa meningkatkan kemampuannya untuk menyerap gabah petani.

Politisi PKS ini juga menegaskan dengan adanya Perpres tentang Badan Pangan Nasional, maka posisi Bulog harus dilakukan pemisahan yang jelas antara regulator dan operator pangan.

"Saat ini Bulog berada langsung di bawah Badan Pangan Nasional dan sepenuhnya dalam kendali badan tersebut maka sebagai operator pangan tidak boleh berperan sebagai BUMN," tuturnya.

Ia juga mengusulkan agar adanya regulasi khusus agar Harga Eceran Tertinggi tidak hanya melindungi konsumen di lapangan tetapi juga harus dibuat agar harga di tingkat petani menjadi lebih bagus dan jangan stagnan.

Johan mengutarakan harapannya agar kebijakan keberpihakan harga di tingkat petani harus diprioritaskan demi meningkatkan kesejahteraan petani.

"Saya usulkan salah satu strategi yang mesti dilakukan pemerintah adalah kebijakan HET (Harga Eceran Tertinggi) diganti dengan pola harga dasar, dengan membuat harga dasar pembelian di tingkat petani sehingga ada standar harga yang menguntungkan petani," urai Johan.

Sebagaimana diwartakan, penyerapan gabah hasil panen petani yang dilakukan oleh Perum Bulog terus mengalami penurunan dari tahun ke tahun sejak 2016 hingga saat ini, kata Direktur Supply Chain Perum Bulog Mokhamad Suyamto.

Suyamto dalam webinar mengenai cadangan pangan yang diselenggarakan oleh Pataka di Jakarta, Rabu (18/8), mengungkapkan penyerapan gabah petani pada tahun 2016 sebesar 3,2 juta ton; 2017 2,7 juta ton; 2018 1,9 juta ton; 2019 1,1 juta ton; 2020 1,6 juta ton; dan 2021 sebanyak 559 ribu ton.

Menurut Suyamto, penurunan penyerapan gabah petani oleh Perm Bulog ini dikarenakan perseroan menyesuaikan dengan stok yang ada dan rencana penyaluran beras yang merupakan Cadangan Beras Pemerintah (CBP).

"Di satu sisi kita harus menjaga stok, di sisi lain harus menyerap, di sisi lain penyalurannya terbatas. Ini mengakibatkan penyerapan kita tidak maksimal. Pengadaan menurun dari tahun ke tahun," katanya.

Perum Bulog sebagai BUMN memiliki tugas untuk menstabilkan harga gabah atau beras di tingkat produsen dengan cara menyerap hasil panen petani agar tidak jatuh karena pasokan yang melimpah. Gabah atau beras tersebut akan disimpan sebagai CBP, yang artinya tidak untuk dijual secara komersial oleh Bulog.

Beras CBP merupakan beras pemerintah yang penggunaannya harus atas persetujuan pemerintah seperti bantuan sosial seperti Beras PPKM, rastra, untuk kebencanaan, dan juga untuk operasi pasar guna menstabilkan harga beras di pasaran. Sesuai ketentuannya, Bulog diwajibkan untuk menjaga stok CBP di kisaran 1 - 1,5 juta ton untuk memastikan ketahanan pangan.

Baca juga: Penyerapan gabah petani oleh Bulog terus menurun tiap tahun
Baca juga: Buwas: Stok beras capai 1,16 juta ton, cukup penuhi stabilisasi harga
Baca juga: Penggilingan padi modern Bulog akan bermitra dengan petani

Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Biqwanto Situmorang
Copyright © ANTARA 2021