Pengurus Pusat Penelitian Terumbu Karang Universitas Hasanuddin, Neil Muhammad di Makassar, Minggu, mengatakan, merujuk pada wilayah Sulsel, yang memiliki masalah keterancaman masalah kimiawi yakni Kabupaten Pangkep terungkap adanya penggunaan bom ikan itu.
"Selama ini penghancuran karang yang didominasi perilaku penangkapan ikan dengan cara pengeboman hanya dilihat sebatas luarannya saja. Padahal untuk menghasilkan bom menggunakan bahan kimia yang memiliki efek jangka panjang," ujarnya.
Menurutnya, sebagian karang yang tersisa juga sudah dalam kondisi yang memprihatinkan, banyak yang sudah mati dan patah.
Bahkan karena tingginya aktivitas dalam penggunaan bahan kimia itu, jenis ikan pemangsa seperti Hiu sulit lagi ditemukan di perairan Sulawesi Selatan.
Dia menjelaskan, satu bahan utama pembuatan bom ikan adalah pupuk.
Pupuk tersebut didatangkan dari Malaysia yang dikenal nelayan dengan merk Cap Matahari. Pupuk jenis itu memiliki kandungan kimia cukup besar dan mampu meledakkan puluhan meter persegi wilayah terumbu karang.
"Pupuk Indonesia tak dapat digunakan karena menurut nelayan terlalu banyak kandungan airnya," kata Neil.
Neil menambahkan, munculnya ide karang hias di Sulsel pada tahun 2005 membuat penambangan karang besar tak terkendali.
Menurut dia, banyak karang diekspor ke luar negeri sebagai bahan untuk makanan dan bahan untuk laboratorium dengan negara tujuan utama Hongkong.
Di Indonesia, ada 20 perusahaan penambangan ekspor karang hias dan hanya satu perusahaan yang dimiliki orang Indonesia, selebihnya asing. (AAT/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010