Lagos (ANTARA News/AFP) - Militer Nigeria hari Minggu mengakui bahwa penyerbuan untuk memburu seorang tersangka pemimpin geng di daerah penghasil minyak utama mungkin telah menewaskan warga sipil.
Namun, mereka menekankan bahwa hanya militan yang menjadi sasaran dalam operasi itu.
"Mungkin satu atau dua atau tiga dari mereka yang tewas adalah warga sipil," kata Letnan Kolonel Timothy Antigha, seorang juru bicara satuan tugas yang melakukan penyerbuan Rabu terhadap sebuah desa, kepada AFP.
"Tidak dilakukan pengosongan 100 persen (di desa itu sebelumnya). Mungkin diantara mereka yang tidak diungsikan ada warga sipil yang terperangkap," tambahnya.
Jumlah kematian dalam penyerbuan di sebuah daerah di Delta Niger itu simpang-siur. Kelompok hak asasi Amnesti Internasional menyatakan, mereka menerima laporan bahwa puluhan orang tewas.
Seorang aktivis yang mengunjungi desa Ayakoromo pada Jumat menyatakan, sedikitnya sembilan orang dilaporkan tewas dan puluhan rumah rusak, temasuk beberapa yang terbakar.
Miabiye Kuromiema, ketua Dewan Pemuda Ijaw, sebuah kelompok HAM di Delta Niger, mengatakan, ia berusaha mengkonfirmasi laporan-laporan mengenai jumlah kematian yang lebih besar dan korban mencakup warga sipil yang tidak berdosa.
Kelompok militan yang diyakini dikelola Togo, Pasukan Pembebasan Delta Niger, mengklaim bahwa lebih dari 100 orang tewas dalam penyerbuan Rabu.
Antigha menyatakan, pasukannya yang naik kapal membalas tembakan ketika anggota-anggota geng yang berlindung di masyarakat menembaki mereka.
Ia menyatakan bahwa hanya senjata ringan digunakan dalam penyerbuan itu dan pesawat untuk melakukan pengintaian, dan membantah klaim bahwa senjata berat digunakan.
Sasaran dalam penyerbuan itu adalah John Togo, yang kelompoknya dituduh oleh pihak berwenang melakukan perompakan, perampokan dan pemerkosaan di negara bagian Delta.
Antigha menuduh Togo dan yang lain menggunakan militansi sebagai dalih untuk melakukan kejahatan.
Togo menerima amnesti yang ditawarkan kepada militan oleh pemerintah Nigeria tahun lalu, namun sejak itu melakukan lagi aktivitas ilegal, kata Antigha.
Pada Juni 2009, almarhum Presiden Nigeria Umaru Yar`Adua melakukan salah satu upaya paling serius untuk mengendalikan kerusuhan yang membuat Nigeria gagal memproduksi lebih dari duapertiga kapasitas minyaknya, sehingga negara itu rugi milyaran dolar, dengan menawarkan amnesti tanpa syarat kepada gerilyawan.
Lebih dari 15.000 gerilyawan di daerah penghasil minyak Delta Niger dikabarkan telah menyerahkan senjata mereka dan menerima pengampunan tanpa syarat berdasarkan program presiden tersebut.
Program amnesti tawaran Yar`Adua itu, yang diberlakukan dari 6 Agustus hingga 4 Oktober 2009, bertujuan melucuti senjata militan, mendidik dan merehabilitasi militan dan penjahat di Delta Niger.
Sebagai bagian dari upaya amnesti itu, pemerintah pada 13 Juli 2009 membebaskan Henry Okah, seorang pemimpin MEND, setelah tuduhan terhadapnya dibatalkan.
Gerakan bagi Emansipasi Delta Niger (MEND) menanggapi langkah itu dengan mengumumkan gencatan senjata 60 hari dalam "perang minyak" mereka.
MEND, kelompok paling lengkap persenjataannya diantara sejumlah kelompok pemberontak yang beroperasi di wilayah selatan penghasil minyak, mengklaim melancarkan sejumlah serangan sejak pemerintah Nigeria menawarkan amnesti pada Juni 2009.
Kelompok itu telah mendesak semua perusahaan minyak yang masih beroperasi di Delta Niger segera pergi, dengan mengancam melancarkan serangan-serangan baru.
MEND bertanggung jawab atas serangkaian serangan terhadap perusahaan-perusahaan minyak besar yang mencakup Shell, Chevron dan Agip.
Serangan-serangan itu sempat membuyarkan harapan bahwa tawaran amnesti akan menciptakan masa tenang.
Delta Niger sejak 2006 dilanda kerusuhan oleh kelompok-kelompok bersenjata yang menyatakan berjuang untuk pembagian lebih besar dari kekayaan minyak di kawasan itu bagi penduduk setempat.
Kerusuhan itu telah menurunkan ekspor minyak Nigeria menjadi 1,8 juta barel per hari, dari 2,6 juta barel tiga setengah tahun lalu.
Geng-geng kriminal juga memanfaatkan keadaan kacau dalam penegakan hukum dan ketertiban di wilayah itu. Lebih dari 200 warga asing diculik di kawasan delta tersebut dalam dua tahun terakhir. Hampir semuanya dari orang-orang itu dibebaskan tanpa cedera.
Nigeria adalah produsen minyak terbesar Afrika namun posisi tersebut kemudian digantikan oleh Angola pada April tahun 2008, menurut Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC). (M014/K004)
Pewarta:
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010