Semarapura (ANTARA News) - Umat Hindu Bali melaksanakan upacara Bumi Sudha menjelang Hari Raya Galungan yang dipusatkan di Pura Watu Klotok, Kabupaten Klungkung, Minggu.

Hadir dalam upacara sakral itu Gubernur Bali Made Mangku Pastika, anggota DPR RI asal Klungkung Kadek Lolak Arimbawa, Wakil Bupati Bangli Sang Nyoman Sedana Artha dan Wabup Klungkung Tjokorda Gde Agung serta pejabat lainnya.

"Upacara itu secara serentak dilaksanakan pada tiga pura di Bali, yakni Pura Batur, Kecamatan Kintamani, Kabupaten Bangli, Pura Besakih, Kecamatan Rendang, Kabupaten Karangasem dan Pura Watu Klotok, Kabupaten Klungkung," kata panitia seksi upacara Dewa Ketut Soma.

Puncak upacara Bumi Sudha itu, kata Soma, dilakukan tepat pukul 13.00 wita, serta dipimpin oleh Ida Pendanda Gde Putra Tembau, dari Griya Aan, Kabupate Klungkung.

Menurut dia, ketiga pura itu mewakili tatanan masing masing. Pura Batur sebagai simbol danau, Pura Gunung Agung sebagai simbol gunung dan Pura Watu Klotok simbol segara atau laut.

Kata Soma saat ini kondisi alam sedang "prawasing jagat" atau bencana muncul serta bumi dalam keadaan tak menentu.

Hal ini, kata Soma, disebabkan karena perubahan iklim, untuk itu sangat penting dilakukan upacara Bumi Sudha.

Secara umum, kata dia, upacara Bumi Sudaha sendiri dipersembahkan kepada Hyang Dwa Rsi. "Hal ini sesuai dengan babad Dewa dan lontar Raga Sanggra Bumi. Hyang Dwa Rsi sendiri adalah manifestasi Tuhan yang bertugas untuk menjaga poros perputaran bumi dan planet-planet lainnya," katanya.

Kalau Hyang Dwa Rsi sudah menjaga bumi itu, kata Soma, maka perputaran bumi akan baik dan iklim kembali normal serta bencana pun lenyap dari muka bumi.

Untuk persembahan kepada Hyang Dewa Rsi itu, jelas Soma, sarana upacara yang dilakukan di Pura Watu Klotok dan dua pura lainya adalah menggunakan "Pecaruan Panca Sanak" atau upacara persembahan dengan menggunakan sarana tambahan anjing "blang bungkem" dan "kucit butuan" atau anak babi yang alat kelaminnya belum dipotong.

"Upacara ini adalah antisipasi secara niskala, sementara secara skala dilakukan dengan pengendalian diri termasuk pengendalian kerusakan lingkungan," katanya.

Setelah di tiga pura itu, upacara itu dilanjutkan di rumah tangga masing-masing warga di seluruh Bali.

Caranya adalah dengan melakukan pembersihan dengan menggunakan sarana banten atau persembahan untuk Buta Kalla yang dilengkapi dengan memasang "sanggah cucuk" atau tempat suci yang dibuat dari bambu di depan pintu masuk.

Setelah itu melakukan persembahyangan serta memercikkan air suci dan nasi persembahan yang didapatkan dari tiga pura itu.

"Upacara ini sendiri merupakan keputusan dari Pesamuan Agung Pinandita Bali," ujarnya.(*)

(ANT-199/M026/R009)

Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010