....terutama hakim-hakim memperlihatkan ketidakberpihakan kepada kebebasan akademikJakarta (ANTARA) - Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Padjajaran Prof Susi Dwi Harijanti mengatakan putusan bersalah oleh Mahkamah Agung (MA) dan lembaga peradilan terhadap dosen Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Saiful Mahdi tidak mencerminkan keberpihakan pada kebebasan akademik.
"Bahwa badan peradilan kita terutama hakim-hakim memperlihatkan ketidakberpihakan kepada kebebasan akademik," kata dia, dalam eksaminasi putusan kebebasan ekspresi dan kebebasan akademik secara virtual, di Jakarta, Rabu.
Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh memvonis Saiful Mahdi tiga bulan penjara dan denda subsider Rp10 juta, subsider satu bulan penjara.
Tidak terima atas putusan PN Banda Aceh, dosen Unsyiah tersebut mengajukan banding dan kasasi namun berakhir kandas.
Kasus bermula saat Saiful Mahdi menyampaikan kritik di salah satu grup WhatsApp terkait penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) di kampus tempat ia mengajar.
Namun, kritikan yang disampaikan oleh dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam tersebut dituding telah melanggar ketentuan yang ada di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Selain berpandangan MA dan lembaga peradilan tidak mencerminkan keberpihakan pada kebebasan akademik, Susi melihat fungsi-fungsi pendidikan juga gagal dilihat oleh lembaga peradilan di Tanah Air.
"Karena tidak melihat lembaga pendidikan mempunyai fungsi utama mengembangkan keilmuan yang berpegang teguh pada kebebasan akademik," ujar dia.
Jika kebebasan akademik menjadi salah satu hal yang penting dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan harus ditopang dalam sistem yang menyeluruh, maka hal itu mencerminkan kegagalan badan peradilan.
Secara umum, dari kasus yang menimpa dosen Unsyiah tersebut, Susi mengatakan runtuhnya dunia pendidikan tinggi hukum disebabkan oleh dua hal.
Pertama, faktor internal. Dalam kasus ini apakah universitas telah melakukan dialog yang egaliter dengan Saiful Mahdi. Selain itu, universitas memperlihatkan pimpinannya tidak memiliki karakter pemimpin akademik melainkan lebih kepada pemimpin birokrat administratif.
Kedua, yang bisa menyebabkan runtuhnya pendidikan hukum ialah faktor eksternal. Hal ini lebih kepada ikut campurnya cabang-cabang kekuasaan dalam sebuah negara.
Dalam kasus yang menjerat dosen Unsyiah tersebut merujuk ke penggunaan pasal-pasal karet yang dikenakan kepada orang-orang yang dianggap "membahayakan" kepentingan kelompok tertentu.
Baca juga: Menristekdikti diminta fasilitasi damaikan kasus dosen Unsyiah
Baca juga: Rektor Unsyiah anggap cuitan Saiful Mahdi bukan kebebasan akademik
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Budisantoso Budiman
Copyright © ANTARA 2021