London (ANTARA News) - Menteri Perdagangan Indonesia Mari Elka Pangestu mengadakan pertemuan terbatas dengan perwakilan pengusaha dan profesional Indonesia di Dubai.
Pertemuan yang dikoordinir oleh KJRI Dubai juga dihadiri oleh Dubes RI Abu Dhabi (PEA) Muhammad Wahid Supriyadi dan Konsul Jenderal RI di Dubai, Mansyur Pangeran.
Sekretaris Pertama PF Pensosbud KJRI Dubai Yana Rudiyana dalam keterangan persnya yang diterima ANTARA London Sabtu mengatakan, pertemuan dengan pengusaha dan profesional RI di Dubai dilakukan disela menteri menghadiri World Economic Forum (WEF) 2010 di Dubai.
Perwakilan para pengusaha Indonesia di Dubai dalam pertemuan tersebut meliputi Nashiruddin, Manager, IKPT Overseas yang antara lain bergerak dalam bidang bahan makanan, konstruksi, fabrikasi pintu, baja, dan furniture.
Selain itu Jogindal B.M., Managing Director, Indowear Trading yang berbisnis tekstil dan garmen, dan Robert Ong, Direktur Be Global Food yang berbisnis bahan makanan. Saat ini baru delapan perusahaan Indonesia yang terdaftar di Dubai Chamber of Commerce and Industry (DCCI).
Sementara itu, dari kalangan professional Indonesia yang hadir terdiri dari Putra Darma, Direktur Keuangan Hotel Atlantis (perusahaan PEA) Ady Yatim, Manager Deutsche Bank (perusahaan Jerman) Aldi Armia, juga Manager Emirates NBD Bank (perusahaan PEA) Ichsan Sarkawi.
Kemudian Manager Repsol Oil (perusahaan AS) Novel Tjahyadi dan Yudi Prasetyo, professional Teknologi Informasi (TI) yang sedang dalam proses mendirikan perusahaan TI di Dubai, serta Markus Susilo, Manager TMF Services - perusahaan konsultan dan akuntansi dari Belanda.
Pada pertemuan tersebut Menteri Mari Pengestu mengemukakan pengusaha dan profesional Indonesia di luar negeri, termasuk Dubai berperan penting dalam meningkatkan image dan citra positif Indonesia di Dubai.
"Kepercayaan internasional terhadap perekonomian Indonesia saat ini sedang meningkat," ujarnya.
Menteri Pangestu meminta masukan dari para pengusaha dan profesional di Dubai mengenai apa yang menjadi hambatan atau kendala yang dihadapi sebagai bahan masukan untuk kementeriannya.
Duta Besar Supriyadi menyampaikan bahwa gagasan pembentukan Indonesian Business Council (IdBC) belum dapat disahkan oleh Dubai Chamber of Commerce & Industry (DCCI) mengingat jumlah pengusaha Indonesia yang bergabung dalam IdBC hanya 10 orang masih kurang 10 pengusaha lagi.
Oleh karena itu Dubes mengharapkan agar Menteri Perdagangan dapat mendorong perusahaan Indonesia untuk beroperasi di Dubai dan kemudian menjadi anggota IdBC.
Konsul Jenderal RI Mansyur Pangeran mengemukakan walaupun Dubai belum pulih sepenuhnya dari krisis ekonomi namun masih cukup banyak peluang usaha yang dapat dimanfaatkan oleh para pengusaha Indonesia.
Selain itu, terdapat peningkatan minat pengusaha Dubai untuk melakukan bisnis dan berinvestasi di Indonesia, antara lain terlihat dengan bertambahnya pengusaha Dubai yang melakukan kunjungan dan kegiatan bisnis dan penjajagan investasi di Indonesia.
Beberapa masukan dari kalangan profesional TI menyampaikan reputasi Indonesia di bidang TI di Dubai belum baik. Guna memperbaiki reputasi tersebut diperlukan sertifikasi dari pihak terkait di Indonesia terhadap produk dan jasa TI Indonesia yang diperlukan untuk membuka perusahaan TI Indonesia di Dubai.
Profesional perbankan yang sebelumnya bekerja di bank di Indonesia mengemukakan pelayanan perbankan di Dubai masih dibawah pelayanan perbankan di Indonesia. Oleh karena itu, menurutnya, terdapat peluang yang cukup besar bagi para profesional perbankan Indonesia untuk bekerja di sektor perbankan di Dubai.
Profesional dibidang konsultan menyampaikan adanya kurang kepercayaan pengusaha Indonesia dalam berbisnis di Dubai karena tidak ada badan/lembaga yang menjamin pembayaran ekspor ke Dubai.
Sementara pengusaha di sektor konstruksi menginformasikan bahwa sektor konstruksi dan properti di Dubai belum membaik, sebaliknya di Abu Dhabi terjadi peningkatan signifikan kegiatan sektor konstruksi dan properti.
Profesional di sektor perhotelan menyampaikan bahwa Dubai sedang menggalakkan sektor pariwisata dan hospitaliti, antara lain dengan membangun berbagai hotel yang membutuhkan banyak tenaga kerja.
Selama ini, TKI di bidang perhotelan dan hospitaliti cukup populer di Dubai. Namun, permintaan TKI tersebut kurang dapat dipenuhi karena kurangnya kemampuan berbahasa Inggris TKI, tidak lengkapnya informasi mengenai besarnya gaji dan fasilitas yang diberikan perusahaan di Dubai.
Profesional disektor perhotelan juga mengemukakan bahwa bahan makanan khas Indonesia, seperti tempe, sambal uleg, bawang goreng dan kerupuk cukup diminati tamu hotel, namun sulit diperoleh di Dubai. Akhirnya bahan makanan tersebut dibeli dari negara-negara lain.
Pengusaha di sektor bahan makanan menyampaikan bahwa permintaan bahan makanan di Dubai semakin bertambah walaupun Dubai masih mengalami krisis ekonomi.
Pengusaha di sektor bahan makanan ini mengeluh mengenai pengenaan pajak bagi bahan mentah impor dan digunakan sebagai salah satu komponen barang ekspor. Hal tersebut mengakibatkan meningkatnya harga barang ekspor dimaksud sehingga kurang bersaing dengan barang serupa dari negara lain.
Pengusaha di sektor tekstil dan garmen menyatakan bahwa produk tekstil dan garmen Indonesia tidak hanya laku dijual di PEA, namun juga di re-ekspor ke Irak, Iran dan Rusia dalam jumlah lebih besar dari pada yang dijual di PEA.
Profesional di bidang perminyakan mengemukakan adanya peningkatan jumlah profesional Indonesia yang bekerja di sektor perminyakan di Timur Tengah yang terlihat dari kian banyaknya jumlah anggota Ikatan Ahli Tenaga Minyak Indonesia (IATMI) Timur Tengah.
Pertemuan Menteri Perdagangan dengan perwakilan pengusaha dan profesional Indonesia di Dubai yang difasilitasi KJRI Dubai tersebut memberikan dua informasi penting yang dapat ditindaklanjuti, yaitu cukup besarnya peluang bisnis di Dubai khususnya untuk bahan makanan, tekstil dan garmen, serta terbukanya peluang tenaga kerja profesional Indonesia khususnya sektor perbankan, perhotelan dan hospitaliti (spa), serta perminyakan.
(ZG/S026)
Editor: Suryanto
Copyright © ANTARA 2010