Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bisa membuat vaksin radikalisme.
Jakarta (ANTARA) - Direktur Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Brigjen Pol. R. Ahmad Nurwakhid mengharapkan agar mahasiswa mewaspadai kelompok radikal yang berupaya mengadu domba dan memecah belah bangsa.
“Ada tiga strategi kelompok radikal dalam upaya memecah belah bangsa,” kata R. Ahmad Nurwakhid dalam webinar Ngopi Daring bela Negara: MABA vs EVERYBODY yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Potensi Pertahanan Kementerian Pertahanan (Ditjen Pothan Kemhan) di Jakarta, Selasa, demikian keterangan tertulis BNPT.
Pertama, kata dia, kelompok-kelompok itu berusaha untuk mengaburkan, menghilangkan, dan menyesatkan sejarah bangsa ini. Kedua, mereka berupaya untuk menghancurkan budaya dan kearifan lokal yang dimiliki bangsa Indonesia ini.
Ketiga, yang dilakukan kelompok radikal untuk memecah belah bangsa dengan mengadu domba anak bangsa dengan pandangan intoleransi dan isu SARA melalui media sosial (medsos).
"Apalagi, jika hal tersebut mengatasnamakan agama," katanya di hadapan 7.000 mahasiswa baru universitas dan sekolah tinggi dari berbagai daerah di Indonesia.
Ia meyakini bahwa radikalisme dan terorisme mengatasnamakan Islam ini sejatinya adalah proxy untuk menghancurkan Islam dan menghancurkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
"Seluruh elemen masyarakat termasuk adik-adik generasi muda ini harus mewaspadainya," ujarnya.
Menurut dia, boleh dibilang semua teroris pasti berpaham radikal, bersikap intoleran, dan pasti eksklusif. Namun, belum tentu seseorang yang terpapar paham radikal itu otomatis menjadi teroris.
Baca juga: Ketua Umum MUI: Islam Wasathiyah jadi benteng hadapi radikalisme
Apabila seseorang yang seolah-olah toleran dan tidak eksklusif padahal dia ingin Khilafah dan anti-Pancasila, menurut Ahmad Nurwakhid, sebenarnya yang bersangkutan dalam rangka taqqiyah, menyembunyikan diri atau bersiasat untuk mengamankan visi dan misinya.
Karena radikalisme terorisme mengatasnamakan Islam dalam konteks di Indonesia khususnya, lanjut dia, sejatinya adalah gerakan politik yang memanipulasi agama untuk mengambil kekuasaan dan ingin mengganti ideologi negara dan ideologi atau sistem negara.
"Sebenarnya ending-nya, output, atau visi dan misinya sama. Tentunya ini yang harus kita waspadai semua," ujar mantan Kapolres Jembrana ini.
Untuk itu, alumnus Akpol tahun 1989 ini pun mengimbau generasi muda untuk berhenti mengikuti ustaz atau tokoh yang menyebarkan paham radikal dan intoleran, baik di lingkungan sosial maupun media sosial.
"Jangan lagi mem-follow ustaz ataupun tokoh-tokoh yang berpaham radikal yang suka mengadu domba, memprovokasi yang akhirnya kalian nanti malah terpecah belah," ujar mantan Kabagbanops Detasemen Khusus (Densus)88/Antiteror Polri tersebut.
Ia berpendapat bahwa sejatinya tidak ada tokoh atapun ustaz yang mengajarkan kekerasan, mengadu domba, atau memprovokasi bahkan melakukan ujaran kebencian.
Oleh karena itu, perwira tinggi yang pernah menjabat sebagai Kapolres Gianyar ini berpesan kepada para generasi muda untuk selalu ikut berperan serta dalam menangkal radikalisme dan terorisme dengan cara militan yaitu dengan menangkal sebaran hoaks dan propaganda dengan aktif menyebarkan konten persatuan dan toleransi.
"Terakhir, follow ustaz dan tokoh yang moderat, toleran, dan damai serta cinta NKRI dan Pancasila, baik di ligkungan sosial maupun media sosial. Kita semua wajib menjadi buzzer dan influencer bagi perdamaian persatuan, toleransi, dan kebinekaan dalam keberagamanan," kata Kadensus 88/Antiteror 88, Ditrekrim Polda Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) itu mengakhiri.
Baca juga: Wagub Jateng: Kemakmuran masjid bisa tangkal radikalisme
Sementara itu, Ditjen Pothan Kemhan RI Mayjen TNI Dadang Hendrayudha yang juga hadir membuka acara tersebut turut menyampaikan pentingnya peran para pemuda khususnya para mahasiswa untuk ikut serta dalam upaya bela negara di tengah banyaknya potensi ancaman bangsa saat ini.
"Saya minta kepada adik-adik semuanya untuk melakukan bela negara dengan cara berbuat baik dan benar apa pun status sosial kita. Hanya itu," kata Mayjen TNI Dadang Hendrayudha
Alumnus Akmil tahun 1988 yang pernah menjabat sebagai Kepala Biro Umum (Karoum) BNPT ini berpendapat bahwa narkoba, terorisme, radikalisme, dan hoaks telah menjadi ancaman nyata bangsa saat ini. Adapun peran yang bisa dilakukan sebagai warga negara salah satunya adalah dengan bela negara.
Dalam kesempatan yang sama Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama (Dirjen Pendis Kemenag) Prof. Dr. Muhammad Ali Ramdhani juga menyampaikan paparannya terkait dengan bagaimana peran pendidikan agama dalam upaya menjaga persatuan dan kesatuan bangsa Indonesia.
"Yang menjadi PR kita bersama adalah bagaimana menularkan konsep keagamaan yang menyejukkan dan meneduhkan bagi kehidupan insan manusia," katanya.
Narasumber yang juga mantan terpidana terorisme Ali Fauzi hadir dalam acara tersebut memberikan pencerahan mengenai bahaya paparan virus radikal terorisme kepada mahasiswa.
Ia berharap pemerintah dan segenap elemen masyarakat harus mampu membuat vaksin untuk imunitas masyarakat terhadap tantangan bangsa saat ini, salah satunya virus radikalisme.
"Tentu harus punya imunitas. Pemerintah dan seluruh elemen masyarakat harus bisa membuat vaksin radikalisme, kita semua harus paham bahaya radikal dan terorisme," katanya.
Pewarta: M Arief Iskandar
Editor: D.Dj. Kliwantoro
Copyright © ANTARA 2021