Jakarta (ANTARA News) - Media massa semakin berperan membangkitkan solidaritas masyarakat untuk menghadapi kasus korupsi, bahkan mampu menggantikan posisi pemerintah maupun parlemen yang tidak dilandasi ideologi kepeloporan partai (vanguard party), kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), J. Danang Widoyoko.
"Di Indonesia tekanan anti-korupsi menjadi lebih efektif karena media massa berperan memberikan informasi untuk menggalang solidaritas, kemudian menyatukan kepentingan masyarakat," ujarnya dalam diskusi di Lembaga Pers Dr. Soetomo (LPDS), Gedung Dewan Pers, Jakarta, Jumat.
Danang menilai, posisi media massa dan sinergi masyarakat Indonesia terbukti membuat pergerakan anti-korupsi di Indonesia jauh berbeda dengan negara lain.
"Biasanya gerakan anti-korupsi memerlukan keinginan kuat pimpinan negara yang konsisten memerangi praktik korupsi. Di Indonesia hal ini justru terbukti banyak gagalnya. Media massa dan publiknya yang mengambilalih peran ini," kata alumni teknik elektro di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) Salatiga, Jawa Tengah, tersebut.
Ia mencontohkan, Singapura kini memiliki sistem administrasi negara yang anti-korupsi karena Lee Kuan Yew saat menjadi perdana menteri sangat keras menerapkan pemerintahan yang bersih dari suap dan transparan menerapkan kinerja profesional.
"Hal ini juga terjadi di negara lain yang terhitung hebat memerangi korupsi, termasuk Hongkong saat memiliki gubernur jenderal dari Inggris yang sangat anti-korupsi. Hasilnya birokrasi mereka menyejahterakan rakyat," katanya.
Oleh karena itu, Danang berpendapat, dewasa ini hubungan media massa, masyarakat dan sejumlah komponen publik lebih dapat diandalkan dalam memerangi korupsi.
"Masyarakat semakin cerdas juga karena kebebasan berekspresi dan kemerdekaan pers di negeri ini. Sosok kepemimpinan di pemerintah untuk memerangi korupsi belum kuat. Apalagi wakil rakyat di DPR dan aparat penegak hukum juga mempertontonkan hal yang tidak lebih baik," ujarnya.
Ia juga mengemukakan, giatnya media massa dan aktivis anti-korupsi bersinergi memperlihatkan pula risiko yang berat, karena dua pihak ini berada di posisi menghadapi ancaman secara mental maupun fisik.
Beberapa tahun belakangan ini, ia mengemukakan, sangat terlihat banyak wartawan peliput kasus korupsi dan aktivis anti-korupsi mendapat ancaman mental maupun fisik. Bahkan, wartawan peliput kasus korupsi sudah ada yang terbunuh.
"Namun, saya optimistis semangat mereka tidak akan berhenti, bahkan semakin mengristal karena jejaring mereka dengan masyarakat juga kuat," demikian Danang Widoyoko.
Pewarta: Priyambodo RH
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010