Justru meningkatkan perhatian pemerintah terhadap isu-isu tersebutJakarta (ANTARA) - Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) mengantisipasi sejumlah isu dari laporan Panel Antar-pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) terbaru termasuk yang berkaitan dengan iklim dan hak asasi manusia (HAM) di Conference of Parties 26 (COP26) Glasgow.
"Dokumen IPCC selalu diperdebatkan, dibahas di COP dan dibahas untuk konsensus politik. Antisipasi kita di COP26 dilakukan karena 'report' ini akan jadi perdebatan politik," kata Koordinator untuk Sustainable Development and Climate Change Kementerian Luar Negeri Satryo Bramono Brotodiningrat dalam sosialisasi Working Group I contribution to the Sixth Assessment Report of the IPCC "Climate Change 2021:The Physical Science Basis" secara virtual di Jakarta, Selasa.
"Bukan untuk menolak atau bagaimana, tapi justru meningkatkan perhatian pemerintah terhadap isu-isu tersebut," ujar Satryo.
Salah satunya terhadap isu perubahan iklim dan HAM, di mana beberapa pihak mendorongnya untuk menjadi perhatian dalam Konferensi Tingkat Tinggi untuk Perubahan Iklim PBB di Glasgow, Inggris, pada November 2021.
Baca juga: Adaptasi iklim berpotensi selamatkan PDB hingga Rp577,01 triliun
Baca juga: Negara maju harus pimpin upaya batasi naiknya suhu 1,5 derajat Celsius
Isu lain yang juga Kemenlu antisipasi, kata Satryo, adalah perubahan iklim dan kesehatan, mengingat IPCC juga sedikit membahas persoalan tersebut dalam laporannya. Terutama untuk negara-negara yang rentan terkena bencana dampak pemanasan global seperti gelombang panas ekstrem.
Ada pula isu hilang dan rusak yang juga ikut diantisipasi dapat menjadi perbincangan politik berbagai negara para pihak dalam COP26 nanti. Ia mengatakan dampak perubahan iklim dari sisi cuaca ekstrem dan badai tersebut juga sering menjadi rujukan dalam pembahasan di forum lain.
Hal menarik untuk diangkat laporan IPCC yang berasal dari berbagai jurnal ilmiah peneliti berbagai negara itu, menurut Satryo, dampak pemanasan global yang bersifat regional.
Menurut dia, pemanasan global yang membuat Bumi di wilayah Asia, Eropa utara dan Amerika utara akan mengalami peningkatan curah hujan, sementara wilayah Timur Tengah dan Afrika diprediksi mengalami peningkatan durasi kekeringan dapat mendorong posisi beberapa pihak di Konvensi Kerangka Kerja Perubahan Iklim PBB (UNFCCC) nanti.
“Tanpa sebut negaranya, tapi kita tahu negara Timur Tengah posisinya selalu sedikit di belakang negara yang lebih progresif karena mereka mengandalkan minyak bumi. Negara tersebut akan banyak menahan. Tapi laporan ini katakan dampak buruk di sana ini akan menarik jadi kita perlu pantau,” ujar Satryo.
Terlebih, ia mengatakan jika presiden COP selanjutnya akan berasal dari wilayah Uni Emirat Arab, maka negosiasi iklim di Glasgow nanti akan menjadi menarik.
Baca juga: Menteri LHK sampaikan posisi adaptasi RI di pertemuan jelang COP26
Baca juga: Keberhasilan Indonesia di COP26 menopang kepemimpinan di G20
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021