Dengan terwujudnya SIN akan dapat dipastikan penerimaan perpajakan akan meningkat secara sistemik

Jakarta (ANTARA) - Mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo menyebutkan pemanfaatan Single Identity Number (SIN) Pajak mendorong Indonesia tumbuh dan tangguh melalui penerimaan pajak yang maksimal.

“Dengan terwujudnya SIN akan dapat dipastikan penerimaan perpajakan akan meningkat secara sistemik,” katanya dalam webinar hukum bisnis bertajuk Pajak dan Masyarakat di Jakarta, Selasa.

Pemanfaatan SIN Pajak yang lebih baik harus dilakukan mengingat tax ratio Indonesia dalam lima tahun ke belakang mengalami koreksi dan bertolak belakang dengan prestasi selepas krisis moneter pada 1998.

Berdasarkan data Kementerian Keuangan tercatat rasio perpajakan terhadap produk domestik bruto (PDB) atau tax ratio mengalami penurunan dalam lima tahun terakhir yaitu sebesar 10,37 persen pada 2016.

Pencapaian pada 2016 tersebut turun ke level 9,89 persen pada 2017 kemudian sempat naik tipis ke 10,24 persen pada 2018 namun kembali turun ke posisi 9,76 persen pada 2019 dan merosot menjadi 8,33 persen pada 2020.

Menurutnya, hal ini justru sangat berbanding terbalik dengan pencapaian penerimaan perpajakan setelah krisis moneter 1998 yang terus mengalami peningkatan yakni tercatat tax ratio pada 2005 mencapai 12,6 persen.

Padahal, dampak krisis moneter yang berimbas krisis multi dimensi pada 1997 sampai 1998 menyisakan perekonomian yang morat-marit dan proses recovery berlangsung lama bahkan Indonesia masih tertatih-tatih bangkit dari keterpurukan pada 2001.

Ia menjelaskan untuk mencapai prestasi target penerimaan perpajakan kala itu dibutuhkan kerja keras, salah satunya program integrasi data dalam sebuah SIN Pajak melalui MoU ke berbagai instansi baik pemerintah maupun swasta.

SIN Pajak adalah penyatuan data secara online dan terintegrasi baik keuangan maupun nonkeuangan yang digunakan sebagai pembanding atas laporan perpajakan dari wajib pajak (WP).

Dalam UU KUP, konsep SIN merupakan kewajiban bagi setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain untuk memberikan data dan informasi yang berkaitan dengan perpajakan kepada DJP.

Data tersebut bersifat interkoneksi secara online sehingga tidak ada campur tangan manusia dalam pengambilan data dengan melalui mekanisme pengujian link and match.

Penggunaan SIN Pajak dapat mencegah adanya upaya penghindaran pajak dan manipulasi pajak oleh para WP yang pada akhirnya merugikan negara karena mengurangi penerimaan.

“Mekanisme seperti ini (SIN Pajak) dapat membuat penerimaan pajak tercapai,” ujarnya.

Hal tersebut dapat terjadi karena seluruh celah kecurangan dapat diketahui dengan mekanisme pencocokan data pada pusat data.

SIN Pajak sendiri telah diatur dalam UU 28/2007 namun masih terdapat kendala dalam pemberlakuannya seperti masalah aturan pelaksanaan dari UU 28/2007 yang masih belum selaras dengan UU.

Hadi mengatakan untuk melaksanakan UU tersebut hanya butuh political will yang kuat dari para pembuat kebijakan karena penyelesaiannya tidak membutuhkan waktu dan pengorbanan yang banyak.

“Diperkirakan perbaikan regulasi dan integrasi sistem akan dapat disiapkan dalam waktu enam bulan dengan bantuan kucuran keringat dari putra-putra terbaik bangsa dan berpengalaman,” tegasnya.

Baca juga: Penerapan SIN Pajak dinilai bantu optimalisasi penerimaan
Baca juga: Megawati: SIN perpajakan dorong penerimaan negara
Baca juga: Ini tantangan penarikan Pajak Penghasilan di Indonesia menurut DJP

Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2021