Yogyakarta (ANTARA News) - Kepala Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Surono meminta masyarakat tetap waspada meskipun status Gunung Merapi diturunkan dari level awas menjadi siaga.
"Warga jangan sampai lengah meskipun status Gunung Merapi telah diturunkan dari level awas menjadi siaga. Awan panas dan lahar dingin masih mengancam," kata Surono di Yogyakarta, Jumat.
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral, Jumat, pukul 09.00 WIB, telah menurunkan status Gunung Merapi dari level tertinggi awas menjadi siaga.
Berdasarkan pengamatan instrumental dan visual, kata Surono, maka aktivitas gunung yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah itu menunjukkan kecenderungan menurun sehingga status diturunkan menjadi siaga.
Ia meminta masyarakat tetap mewaspadai ancaman awan panas dan banjir lahar dingin di beberapa sungai yang bermuara di hulu puncak Gunung Merapi. "Ancaman awan panas dan lahar dingin masih harus diwaspadai, apalagi saat ini musim hujan," katanya.
Sebelumnya Surono mengtakan bahaya sekunder pascaerupsi Gunung Merapi adalaj banjir lahar dingin harus terus diwaspadai terutama warga yang berada di dekat bantaran sungai berhulu di gunung itu.
"Oleh karena itu, di sungai tersebut dipasang alat peringatan dini banjir lahar dingin yang mampu mendeteksi jika terjadi banjir," katanya.
Sungai di Yogyakarta yang berhulu di Gunung Merapi adalah Boyong, Gendol, dan Kuning. Alat peringatan dini banjir mampu mengirimkan pesan singkat di telepon seluler (SMS) yang memberitahukan terjadi banjir.
"Namun, pesan singkat tersebut hanya dikirim kepada pemangku kepentingan bencana Merapi di antaranya bupati dan wali kota," kata Surono.
Ia mengatakan bahaya sekunder tersebut tidak kalah dahsyatnya dengan erupsi Gunung Merapi karena saat ini ada sekitar 150 juta meter kubik material vulkanik yang memenuhi sungai-sungai yang berhulu di gunung itu. (*)
E013/B015
Pewarta:
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010