Jakarta (ANTARA News) - Kedutaan Besar Amerika Serikat pada 2 Desember 2010 resmi membuka pusat kebudayaan Amerika berciri teknologi canggih yang diklaim sebagai yang pertama di dunia dengan sebutan @amerika di pusat perbelanjaan Pacific Place, Jakarta.
"Pusat budaya ini didirikan sebagai usaha untuk memberikan kesempatan kepada masyarakat Indonesia untuk belajar mengenai Amerika Serikat baik di bidang bisnis, pendidikan, maupun budaya dan tentu untuk berinteraksi dengan teknologi AS," kata Duta Besar AS untuk Indonesia Scot Marciel.
Letak pusat kebudayaan yang berada di pojok lantai tiga mal tersebut, menurut Marciel dipilih karena ada banyak orang datang ke mal yang menjadikannya tempat yang strategis.
"Dari pada meminta orang datang ke tempat kami, lebih baik kami menempatkan diri di tempat yang banyak didatangi orang, terutama yang didatangi generasi muda yang tertarik dengan teknologi semacam ini," tambahnya.
Marciel mengatakan bahwa Indonesia dipilih menjadi tempat pertama dengan konsep pusat kebudayaan berteknologi canggih seperti itu karena ada begitu banyak ketertarikan kaum muda Indonesia untuk belajar mengenai Amerika.
"Generasi muda Indonesia memiliki keinginan yang lebih besar untuk belajar mengenai AS dibanding di tempat lain, dan terlebih lagi ide pusat budaya seperti ini datang dari staf kedutaan di Jakarta, sehingga memang disesuaikan dengan kondisi anak muda khususnya Jakarta," jelas Marciel.
Sebelum @amerika dibuka untuk umum pada Kamis (2/12), satu hari sebelumnya Kedubes AS memberikan kesempatan kepada kepada para undangan termasuk ANTARA untuk memasuki pusat budaya beratmosfer teknologi tinggi tersebut.
Meski masuk dengan disambut petugas pemeriksa di pintu masuk, namun setelah melalui pintu kedua, pengunjung dibawa ke suasana gemerlap karena pengaturan lampu dan pancaran gambar proyektor yang dipantulkan ke tembok.
Dengan tanpa dibebani biaya masuk, pengunjung dibawa ke ruangan yang dipenuhi dengan 22 unit monitor layar datar berukuran 17-42 inch dan tembok berisi gambar hasil `tembakan` 21 proyektor berukuran 1,6 m x 1,2 m hingga 5,22m x 2,25m.
Mengangkat moto "Explore, Experience, and Express", pusat kebudayaan yang beroperasi selama 11 jam dan 7 hari seminggu itu dibagi menjadi tiga ruangan yang berupaya memberi kesempatan bagi pengunjung mengalami moto 3E tersebut dengan gaya Amerika.
Di ruangan pertama setidaknya ada empat televisi layar datar tanpa suara yang menyiarkan empat program televisi yang berbeda.
Namun itu belum seberapa karena bila pengunjung ingin berkelana ke suatu tempat di dunia, terdapat fasilitas penjelajah "google earth" dilengkapi dengan lima layar datar yang mengelilingi sang pengunjung yang tinggal mengetikkan lokasi yang ingin dituju di papan ketik -- suasanya mirip seperti anggota intelijen yang sedang mencari target buruan.
Lokasi yang dituju itu pun ditembakkan proyektor ke tembok bagian atas sehingga membuat pengunjung lain mengetahui di mana lokasi yang dibayangkan oleh si pengguna google earth.
Sisa tembok yang belum dikenai proyektor "google earth" digunakan untuk menembakkan gambar-gambar atau video sesuai tema yang sedang diangkat oleh @america.
Menurut seorang "E-guides" yaitu pemandu di @america, tema di pusat kebudayaan itu diganti setiap dua bulan sekali dan pada awal pembukaan hingga dua bulan ke depan, tema yang diangkat adalah laut, sedangkan untuk tema selanjutnya adalah "melting pot" dengan memperlihatkan suasana kota New York.
"Tema saat ini adalah lautan, video itu memperlihatkan laut di Sanita Laut, Sulawesi Utara, tempat penelitian bersama Indonesia dan Amerika pada tahun ini, jadi video di sini tidak melulu memperlihatkan suasana Amerika saja" jelas Gina R. Cooper, koordinator di @america.
Di pojok ruangan tersebut masih tersedia ruangan kecil untuk mengungkapkan ekspresi pengunjung di depan kamera dengan bergaya sebanyak empat kali, hasil gaya pengunjung tersebut akan ditampilkan di layar datar di dekat lokasi pemotretan, walau tidak bisa dicetak.
Menyusuri lorong di sebelah kanan ruangan pertama terdapat ruangan kedua yang disebut sebagai ruang kelas, berisi empat televisi layar datar dilengkapi papan cerdas (smartboard) berukuran besar untuk memudahkan interaksi pengajar dan yang diajar, meski ruangan itu kurang pas disebut sebagai ruang kelas, karena minimnya luas ruangan.
Hiburan Berteknologi
Dan tibalah di ruangan paling besar yang lebih cocok disebut sebagai "teater kecil" karena kehadiran panggung, tempat duduk berundak-undak yang dilapisi karpet peredam suara, serta meja `technical jockey` atau TJ.
Teater kecil tersebut dapat dimanfaatkan untuk acara diskusi, seminar, pagelaran musik, pemutaran film atau aktivitas beramai-ramai lainnya.
Yang membedakan teater dalam @america dengan tempat lain adalah ruangan tersebut penuh dengan tata cahaya yang diatur dari meja TJ sehingga memberikan kesan yang hidup bila dilangsungkan pagelaran musik dan juga layar putih besar di belakang panggung sebagai media untuk menembakkan proyektor.
Fasilitas tersebut menjadi sangat cocok untuk menemani para musisi yang `manggung` di @america pada Rabu (1/12) seperti White Shoes and The Couples Company, Shany Sandoro, dan juga Saykoji yang memang menghasilkan musik berbasis olahan teknologi semuanya demi menghibur para tamu yang kebanyakan berusia muda.
"Target pengunjung kami memang generasi muda berusia 15-30 tahun," jelas Desi, seorang "E-guides".
Sementara itu bagi pengunjung yang memang benar-benar ingin tahu budaya, sejarah, geografi, atau hal-hal lain mengenai Amerika, dapat memanfaatkan komputer-komputer layar sentuh di bagian atas teater untuk mengikuti permainan ringan, kuis atau menyusun gambar mengenai hal-hal tersebut.
Tentu saja pihak Kedubes AS tidak membiarkan tembok-tembok di ruangan itu kosong sehingga tembok di sekeliling komputer layar sentuh juga ditembakkan gambar-gambar tema dan tentu gambar orang nomor satu di AS, Presiden Barack Obama dari proyektor.
Bagi pengunjung yang menyukai teknologi tapi ingin menikmatinya dengan suasana lebih privat, Kedubes AS juga menyediakan 50 komputer tablet IPad berukuran 9,7 inch yang dipinjamkan kepada setiap pengunjung sehingga dapat berselancar di internet dengan bebas.
Lagi-lagi fasilitas yang akrab bagi generasi muda tersebut diberikan guna memberikan kesempatan bagi warga Indonesia mengenal Amerika sekaligus memperkenalkan Indonesia Amerika lewat media sosial di internet.
"Kami memang memperkenalkan diri kepada semua generasi, namun generasi muda lebih mudah diraih lewat teknologi dan mereka jugalah yang tertarik dengan teknologi semacam ini sekaligs yang kerap datang ke mal," jelas Dubes AS.
Pusat kebudayaan ini jelas memberikan kesan berbeda dengan pusat-pusat kebudayaan lain yang lebih banyak dicirikan oleh lembaran-lembaran buku, sementara @america memegang prinsip `paperless` atau tidak menggunakan kertas, namun demi betah berlama-lama di sana paling tidak pengunjung suka jenis hiburan yang menggunakan sarana elektronik.
Hasilnya memang @amerika adalah tempat yang dapat membungkus budaya Amerika sekaligus terhibur dengan penjelajahan teknologi milik Amerika.
(KR-DLN/T010)
Oleh Desca Lidya Natalia
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010