Jakarta (ANTARA News) - Mulai 1 Januari 2011, produk kosmetika dari negara ASEAN dapat beredar tanpa uji pre-market dari negara tujuan pemasaran dan digantikan dengan notifikasi saja.

"Dengan diberlakukannya sistem notifikasi ini, terjadi perubahan paradigma dari yang semula menganut sistem evaluasi pre-market menjadi lebih dititikberatkan ke pengawasan post-market," kata Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Kustantinah di Jakarta, Kamis.

Perubahan sistem itu disebabkan adanya harmonisasi standar dan kualitas di 11 sektor perdagangan termasuk kosmetika di negara-negara ASEAN.

Implementasi harmonisasi itu seharusnya dijadwalkan pada 1 Januari 2008 lalu namun karena dinilai belum siap, Indonesia baru akan menerapkan sistem itu pada 2011.

Menurut Kustantinah, Indonesia merupakan negara paling akhir yang mengimplementasikan harmonisasi ASEAN berdasarkan ketentuan pelaksanaan maupun ketentuan teknis dalam bentuk ACD (ASEAN Cosmetic Directive).

Kustantinah mengatakan harmonisasi ASEAN mengenai standar produk kosmetika tidak dapat dihindari lagi karena 10 negara ASEAN telah bersepakat menjadikan kawasan masyarakat ASEAN pada tahun 2015, yang memiliki 11 sektor di antaranya sektor kesehatan dan memiliki sub sektor yaitu bidang kosmetika.

"Dengan sistem ini, peran industri kosmetik semakin besar, tanggung jawab mereka juga semakin besar. Badan POM akan memfokuskan pada pengawasan post-market," kata Kustantinah.

Industri kosmetik diwajibkan untuk melaporkan kejadian-kejadian tidak diinginkan terkait produk mereka ke Badan POM, sementara masyarakat juga diminta berperan aktif dalam melaporkan adanya kosmetik yang berbahaya.

Deputi bidang pengawasan obat tradisional kosmetik dan produk komplemen BPOM Ruslan Affan mengatakan bahwa tujuan notifikasi kosmetika dalam harmonisasi standar ASEAN adalah untuk menjamin mutu,keamanan dan manfaat produk sekaligus menghapus hambatan perdagangan. Tujuan lainnya adalah meningkatkan daya saing produk kosmetika ASEAN.

"Persyaratan utama Harmonisasi ASEAN adalah setiap kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar,persyaratan mutu,kemanan, dan kemanfaatan," Ujarnya.

Sementara itu Direktur Penilaian Obat Tradisional, Suplemen Makanan dan Kosmetika Badan POM Linda Sitanggang menjelaskan kosmetika adalah bahan yang digunakan untuk bagian luar tubuh manusia.

"Jadi kosmetika ini hanya untuk digunakan di bagian luar, kalau untuk di bagian dalam, itu obat namanya dan aturannya beda," katanya.

Dengan adanya aturan tersebut, masyarakat diharapkan dapat melindungi dirinya sendiri dengan memilih produk kosmetik yang cocok.

Lewat aturan notifikasi itu, akan semakin banyak produk kosmetik dari luar negeri masuk ke pasar Indonesia karena tidak lagi dibutuhkan uji laboratorium seperti sebelumnya.

"Masyarakat diharapkan selektif dalam memilih kosmetik dan tidak terbujuk iklan atau promosi yang berlebihan serta cenderung menyesatkan. Konsumen diharapkan dapat memilih kosmetik yang rasional dan sesuai kebutuhan," katanya.

Di lain pihak, BPOM mengungkapkan bahwa mereka mendapat tambahan anggaran yaitu dari Rp627 milar pada 2010 menjadi 928 miliar.

Dana itu digunakan untuk melengkapi peralatan laboratorium yang diperlukan dan menambah sumber daya manusia dari sisi kuantitas dan kualitas serta membangun laboratorium yang mampu melakukan tugas layaknya BPOM di pusat. Lima daerah yang akan memiliki BPOM seperti pusat di antaranya Banten, Tanjung Pinang, Manokwari dan Solo.
(ANT/Yud/A038)

Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010