"Bagaimana pun Taliban ini adalah politisasi agama," kata dia di Jakarta, Senin.
Oleh sebab itu, Islah Bahrawi berpendapat tidak setuju jika kelompok Taliban diidentikkan dengan Islam karena lebih kepada soal politik kekuasaan dengan segala gimiknya.
Jika kelompok Taliban mendeklarasikan atau menyatakan akan moderat dan sebagainya, kata dia, hal itu lebih kepada gimik. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan pengakuan dari negara-negara lain.
Baca juga: Densus: Cermati pengungsi Afghanistan yang Indonesia
Menurut dia, apa yang terjadi di Afghanistan saat ini bukan persoalan Timur Tengah, namun kondisi yang terjadi jauh lebih parah dari yang dibayangkan dan mengarah pada masalah ideologi.
"Sebab, jika hal itu masalah politik maka akan ada teritorial dan kepentingan-kepentigannya," ujar dia.
Oleh karena itu, ujarnya, semua pihak perlu mewaspadai apa yang terjadi di Afghanistan karena berhubungan dengan ideologi dan bisa menyasar siapa saja.
Artinya, kata dia,. siapa pun tanpa terkecuali bisa terpengaruh atas kelompok Taliban yang berhasil menguasai atau mengambil alih kekuasaan di Afghanistan.
Baca juga: Pakar: Konflik Afghanistan jangan sampai rusak persatuan di Indonesia
Bahkan, menurut dia, secara historis kelompok radikal di Indonesia memiliki keterkaitan dengan kelompok radikal di Afghanistan. Berdasarkan data, para pelaku teror di Tanah Air merupakan "alumni Afghanistan".
Ia mengatakan ketika resiliensi ideologi tersebut menguat maka tidak menutup kemungkinan motivasi dan inisiasi menjadi sesuatu yang rentan di masyarakat.
"Sekali lagi, bagi saya, persoalan ideologis dan geopolitik jauh lebih berbahaya ketimbang persoalan ideologis," kata dia.
Ia meminta dan mendorong Pemerintah Indonesia agar lebih waspada atas kebangkitan Taliban di Afghanistan terhadap geliat jejaring teroris di Indonesia.
Baca juga: Kepala BNPT: Jangan sampai salah bersimpati terhadap isu Taliban
Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021