"Ketidakakuratan data tersebut mengenai luas kerusakan hutan yang akan dikonversi untuk industri serta dana internasional perubahan iklim yang diterima Indonesia bakal dikorupsi," kata Agus Purnomo pada diskusi "Menguak Dusta Greenpeace di Indonesia" di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis.
Menurut dia, pada laporan Greenpeace menyebutkan akan terjadi kerusakan hutan mencapai 63 juta hektar hingga 2030 untuk pengembangan industri pulp dan paper, palm oil, pertambangan, dan energi terbarukan.
Data luas kerusakan hutan di Indonesia pada laporan Greenpeace, menurut Agus, angkanya terlalu besar sehingga dipertanyakan darimana sumbernya.
Setelah ditelusuri melalui kementerian terkait, kata dia, ternyata angkanya tidak sebesar itu.
"Greenpeace membuat laporan dengan data kerusakan hutan yang sangat besar mungkin untuk menakut-nakuti masyarakat Indonesia," katanya.
Agus menjelaskan, dari penelitian Kementerian Kehutanan menyimpulkan, kerusakan hutan karena konversi hingga 2030 hanya sebesar 24 juta hektare atau hanya sekitar 35 persen dari besaran yang dilaporkan Greenpeace.
Dari 24 juta hektare tersebut, menurut dia, dimanfaatkan untuk hutan tanaman industri, hutan tanaman rakyat, pembangunan industri perkebunan, seperti kelapa sawit dan perkebunan untuk energi terbarukan, seperti pohon jarak.
"Pemanfaatan 24 juta hektar hutan tersebut juga berasal dari sekitar 35,4 juta hektare lahan kritis bukan dari hutan produktif," katanya.
Agus Purnomo juga menilai kebohongan yang dilakukan Greenpeace dalam laporannya, yakni menyebut dana internasional untuk penurunan emisi karbon di Indonesia senilai satu miliar dolar Amerika Serikat akan dikorupsi.
Menurut dia, dana internasional baru akan cair setelah terbukti ada penurunan emisi karbon dari yang dinikmati internasional.
"Saat ini dana tersebut belum cair jadi mana mungkin akan dikorupsi," katanya.
Pada kesempatan tersebut, Agus Purnomo juga memuji buki berjudul "Menguak Dusta Greenpeace di Indonesia" yang dikumpulkan dari berita dan opini di media massa.
Penulis buku "Menguak Dusta Greenpeace di Indonesia", Syarif Hidayatullah, mengatakan, dari studi pustaka yang dilakukannya terhadap berita maupun opini di media massa dirinya mensinyalir gerakan kampanye lingkungan yang dilakukan Greenpeace tidak independen.
"Saya menduga ada pengusaha yang mensponsori laporan Greenpeace," katanya.
(T.R024/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010