Jakarta (ANTARA) - Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) berharap Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dapat memenuhi komitmennya menyelesaikan seluruh rancangan undang-undang dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas.
Pasalnya, Formappi mengamati DPR RI tidak pernah mampu merampungkan atau mengesahkan seluruh RUU yang ditetapkan sendiri dalam prolegnas prioritas, kata Peneliti Formappi M Djadijono.
Djadijono saat menyampaikan Refleksi 20 Tahun Formappi pada sesi seminar virtual yang diikuti di Jakarta, Senin, menerangkan kata “prioritas” pada prolegnas prioritas merupakan target kerja DPR RI dalam menjalankan fungsi legislasinya.
Tercapainya target itu akan jadi salah satu penilaian publik pada kinerja DPR RI, kata dia.
Baca juga: Formappi minta MPR fokus sosialisasi 4 Pilar MPR RI
“Kata prioritas saya tekankan lebih berat karena itu jadi program utama DPR dalam menjalankan fungsi legislasi. Oleh karena itu, prioritasnya disebut, tetapi hasilnya selalu tidak mencapai target yang diprioritaskan,” ujar Djadijono.
Ia menilai DPR perlu memahami lebih lanjut arti kata “prioritas” pada prolegnas prioritas.
Djadijono menyampaikan bahwa pimpinan DPR RI, termasuk pimpinan Badan Legislasi DPR RI umumnya mengakui kesulitan mengesahkan seluruh RUU pada prolegnas prioritas.
Namun, Formappi menolak alasan ketidakmampuan itu, yang salah satunya disebabkan mangkirnya perwakilan pemerintah pada rapat-rapat pembahasan RUU.
“Pendapat semacam itu menurut kami salah kaprah, bahkan menyalahi amanat Undang-Undang Dasar 1945 karena Pasal 20 ayat 1 (menyebut) kewenangan membentuk undang-undang ada pada DPR, sebaliknya pada ayat 5 ayat 1 Presiden berhak mengajukan RUU kepada DPR,” sebut Djadijono.
Baca juga: Formappi nilai kinerja DPR RI masa sidang III buruk
Kemudian, Undang-Undang No.2 Tahun 2018 turut mengatur DPR punya kewenangan memanggil tiap warga negara dalam rapat-rapat DPR.
Pasal 73 ayat 1 dan ayat 2 UU No. 2/2018 menyebut DPR berhak memanggil tiap orang secara resmi lewat undangan tertulis dalam rapat-rapatnya.
“Tiap orang (yang dipanggil) itu wajib memenuhi panggilan (DPR),” kata Djadijono.
Ia menerangkan kata “tiap orang” dalam undang-undang itu turut mencakup para menteri.
“DPR punya posisi kuat memanggil menteri-menteri yang ditugasi presiden mewakili pemerintah dalam pembahasan RUU dan penyelesaian tiap RUU sehingga alasan tidak tercapai prolegnas prioritas karena menteri sering mangkir itu tidak bisa langsung diterima karena ada aturan-aturan yang dalam tanda kutip memaksa menteri hadir,” tegas Djadijono.
Baca juga: Formappi: Masyarakat butuh pemimpin bersih dari narkoba di pilkada
Rapat Paripurna DPR RI pada 23 Maret 2021 menyetujui 33 RUU masuk dalam daftar Prolegnas Prioritas 2021. Dari jumlah itu, 21 RUU di antaranya merupakan usulan DPR, 10 RUU usulan Pemerintah, dan 2 RUU usulan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Empat bulan mendekati akhir 2021, ada beberapa RUU dalam prolegnas prioritas tahun ini yang belum rampung dibahas, di antaranya RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Masyarakat Hukum Adat, RUU Perlindungan Data Pribadi, dan RUU Badan Usaha Milik Desa.
Pewarta: Genta Tenri Mawangi
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021