Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK Andie Wicaksono mengatakan terdakwa Novi Rahman Hidhayat sebagai penyelenggara negara atau tepatnya Bupati Nganjuk dalam masa jabatan tahun 2018-2023 didakwa menyalahgunakan kekuasaan.
"Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Surabaya yang berwenang memeriksa dan mengadili perkaranya berdasarkan ketentuan Pasal 35 ayat (2) Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya," katanya.
Pada dakwaan tersebut, terdakwa dianggap sengaja mendapatkan uang dengan tidak melaksanakan kewajibannya sebagai Bupati Nganjuk dalam seleksi pengisian perangkat desa.
Baca juga: Polri serahkan tujuh tersangka dugaan suap Bupati Nganjuk ke JPU
Jaksa menilai terdakwa tidak menerapkan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 131.35-5901 Tahun 2018 tanggal 5 September 2018 tentang Pengangkatan Bupati Nganjuk Provinsi Jatim dan berita acara pengucapan sumpah Bupati Nganjuk 24 September 2018.
Menurutnya, terdakwa tidak melaksanakan prinsip tata pemerintahan yang bersih dan baik dengan pamrih dan mengharapkan imbalan dari kepala desa (kades) melalui camat yang ada di wilayahnya saat melaksanakan pengisian seleksi perangkat desa.
Andie menyatakan Novi selaku Bupati Nganjuk dianggap terbukti bersalah usai memaksa para kepala desa yang wilayahnya mengadakan seleksi perangkat desa melalui para camat di Kabupaten Nganjuk untuk memberikan uang masing-masing sebesar Rp10 juta sampai Rp15 juta.
Dalam kasus ini, Bupati Novi didakwa dengan Pasal 12 huruf e UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Baca juga: Polri limpahkan tahap I berkas dugaan suap Bupati Nganjuk
Sementara itu, kuasa hukum terdakwa, Tisat Afriyandi menyatakan akan mengajukan eksepsi pada persidangan pekan depan. Menurutnya, ada beberapa dakwaan alternatif yang disampaikan JPU perihal alasan secara rincinya akan dipelajarinya lebih lanjut.
"Pada prinsipnya, eksepsi kami sebagaimana hak terdakwa, sebagaimana diatur dalam Pasal 156 ayat 1 KUHP, terdakwa berhak memberikan jawaban terhadap JPU. Yang jelas, kami mengajukan eksepsi, minggu depan jadwal kami untuk memberikan jawaban atas eksepsi tersebut," ujarnya.
Ia menegaskan ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan pihaknya sebelum mengajukan eksepsi. Salah satunya adalah dakwaan dari JPU yang dinilai kabur.
"Kan banyak sih (pertimbangan), eksepsinya, ada beberapa hal, terkait dakwaan tersebut kabur dan lain sebagainya, nanti kami bicarakan dengan tim. Jadi, banyak hal yang perlu kami cermati lagi terkait dakwaan tersebut, lebih jelasnya nanti di eksepsi tersebut, akan kami bedah satu per satu," katanya.
Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membenarkan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, Minggu (9/5). Diduga Bupati Nganjuk Novi Rahman Hidayat terjaring dalam OTT tersebut.
Baca juga: Polri sebut lelang jabatan Bupati Nganjuk untuk keuntungan pribadi
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021