Mataram (ANTARA) - Pengamat Politik Universitas Islam Negeri (UIN) Mataram, Nusa Tenggara Barat, Agus, menilai KPU perlu kerja keras dalam menjalani tahapan Pemilu serentak dan Pilkada tahun 2024, terlebih waktu pelaksanaan Pemilu dan Pilkada hanya berselang beberapa bulan sehingga sosialisasi bisa menjadi kunci suksesnya pesta demokrasi lima tahunan tersebut.
"Sosialisasi dan pendidikan pemilih harus berkolaborasi dengan multi stakeholders. Di mana, sosialisasi pemilu harus diperkuat oleh penyelenggara Pemilu, baik KPU dan Bawaslu bersama media massa," kata dia, di Mataram, Senin.
Ia mengatakan, sistem Pemilu dan Pilkada yang akan digelar serentak 2024, justru memiliki kesamaan dengan Pemilu 2019. Karenanya, basis penyelenggaraan Pemilu tahun 2024 seharusnya berdasarkan evaluasi pada Pemilu sebelumnya, yakni tahun 2019.
Di mana, selain sosialisasi yang harus diperkuat, pendidikan pemilih juga perlu menjadi fokus jajaran penyelenggara pemilu.
"Agar pendidikan pemilih bisa cermat dan tepat sasaran, KPU dan Bawaslu harus memberi peran dengan menggandeng kalangan perguruan tinggi, khususnya yang memiliki program studi terkait Pemilu, seperti Ilmu Politik," terangnya.
Baca juga: Bawaslu Sulsel libatkan Pramuka awasi pemilu
Mantan Komisioner KPU NTB dan Lombok Tengah itu, menyatakan Pemilu tahun 2024, merupakan Pemilu yang keenam di era reformasi. Oleh karenanya, target penyelenggara Pemilu, tidak lagi sekedar Pemilu berjalan sesuai tahapan atau tepat jadwal.
Namun, bagaimana Pemilu itu memberi dampak pada terwujudnya tata kelola pemerintahan yang baik di daerah atau "good lokall governance".
"Maka, Pemilu harus menghasilkan wakil rakyat dan kepala daerah yang berintegritas dan profesional," kata Agus.
Agus menambahkan, jika merujuk permasalahan Pemilu tahun 2019, maka ada sejumlah hal yang perlu dilakukan perbaikan pada pemilu di tahun 2024 mendatang.
Baca juga: 1.200 siswa ikuti sosialisasi pemilu dan aplikasi data pemilih
Persoalan itu, di antaranya partisipasi masyarakat di hari H pemungutan suara memang tinggi, bahkan lebih tinggi dibandingkan Pemilu yang sama tahun 2014.
Agus mencatat, pada Pemilu 2014, partisipasi masyarakat di hari H untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi NTB mencapai 77,32 persen. Sedangkan, untuk Pilpres angkanya mencapai 71,80 persen.
Raihan itu, naik signifikan di Pemilu 2019 lalu. Yakni, untuk pemilihan anggota DPRD Provinsi angka partisipasinya mencapai 82,75 persen, sementara Pilpres di angka 82,91 persen.
"Namun, permasalahannya adalah di angka Indeks Demokrasi Indonesia NTB yang justru menurun pada sisi indikator hak memilih atau dipilih, persentase perempuan terpilih, integritas badan penyelenggara Pemilu khusus pada badan adhock, dan kecurangan dalam penghitungan suara tinggi," jelas dia.
"Semua permasalahan IDI NTB ini terangkum pada data BPS yang diformulasikan par 3 Agustus tahun 2020 lalu," kata dia.
Baca juga: KPU-Bawaslu sosialisasi Pilkada 2020 dengan Festival Layang-Layang? Cek faktanya
Terkait Pemilih penyandang disabilitas. Ia menuturkan, persentasenya cukup tinggi yakni, sebesar 0,23 persen dari DPT, yaitu 8.365. Sedangkan DPT pemilu tahun 2019 sebanyak 3.667.253 orang.
Untuk itu, kata dia, KPU sebagai administrator utama Pemilu perlu memfokuskan pada peningkatan hak-hak politik, kebebasan sipil dan kesetaraan gender.
Sebab, kebijakan ini penting agar bersinergi dengan RPJMD Provinsi NTB yang tertuang dalam Perda Nomor 1 Tahun 2019.
Karenanya, agar kecurangan dalam penghitungan dan rekapitulasi suara di tingkat badan adhock dapat diperkecil di Pemilu 2024. Maka, KPU harus memperbaiki sistem seleksi KPPS, PPS dan PPK, termasuk Panwas di masing-masing tingkatan tersebut.
Selain itu, Bimtek panitia ad hoc dan pengendalian internal juga perlu diperbaiki oleh KPU Provinsi dan KPU kabupaten/kota di wilayah NTB.
Baca juga: Kuantitas dan kualitas pemilu di Kalsel melebihi target
"Yang utama, akurasi DPT minimal dipertahankan jika bisa lebih ditingkatkan dengan cara membangun kolaborasi secara berkelanjutan dengan Dinas Dukcapil di masing-masing tingkatan," ucap Agus menyarankan.
Ia menambahkan, pelaksanaan Pemilu serentak dan Pilkada 2024 perlu dipantau ketat Bawaslu dengan membagi zona wilayah yang dinilai rawan pelanggaran.
Bawaslu menurut Agus, harus membuat kategori wilayah zona kuning, hijau, dan merah.
"Semuanya koordinasi antar pihak penyelenggara hindari politisasi Pileg dan Pemilu. Harus koordinasi dengan Komisi II DPR RI juga, serta sistem penguatan di daerah dan orientasi harus jelas, terkonsep, terarah, dan terukur," katanya.
Baca juga: DPR minta KPU perbaiki pola sosialisasi Pemilu dan Pilkada
Diketahui, Pemerintah bersama DPR dan penyelenggara pemilu telah memutuskan jadwal pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) serentak dan pemilihan kepala daerah pada 2024.
Pemungutan suara Pemilu Serentak (Pileg dan Pilpres) 2024 akan digelar pada Rabu, 28 Februari 2024. Sedangkan, pemungutan suara Pilkada Serentak 2024 pada Rabu, 27 November 2024.
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021