Sebelumnya pemerintah telah memiliki pajak yang berkaitan dengan penurunan emisi karbon, maka perlu dipetakan agar tidak ada over tax burden. Apakah aturan pajak tersebut nanti akan dilebur atau disilangkan

Jakarta (ANTARA) - Tenaga Ahli Tax Centre Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia Titi Muswati meminta pemerintah memetakan pajak yang berkaitan dengan tujuan menurunkan emisi karbon.

Pemerintah juga harus memikirkan cara agar tidak terjadi pemungutan pajak ganda saat pajak karbon diterapkan.

“Sebelumnya pemerintah telah memiliki pajak yang berkaitan dengan penurunan emisi karbon, maka perlu dipetakan agar tidak ada over tax burden. Apakah aturan pajak tersebut nanti akan dilebur atau disilangkan,” kata Titi dalam webinar mengenai pajak karbon yang diselenggarakan oleh Tax Centre UI di Jakarta, Senin.

Titi mencontohkan pemerintah pusat telah memungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas kendaraan bermotor.

Sementara itu, di tingkat provinsi, pemerintah daerah juga memiliki Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), dan Pajak Air Permukaan.

Selain itu, nantinya pemerintah perlu membuat insentif pajak karbon untuk pelaku industri yang telah berhasil menurunkan emisi karbon. Untuk ini, perlu dipetakan terlebih dahulu insentif yang dapat diberikan.

“Dalam kajian kami ada beberapa rekomendasi, salah satu penerapan pajak karbon harus dilakukan secara bertahap. Dan penyempurnaan pajak yang telah ada seperti PPnBM juga perlu dilakukan,” kata Titi.

Ia juga menyarankan agar dalam waktu dekat pemerintah mengenakan cukai atas komoditas yang menimbulkan emisi karbon melalui Peraturan Pemerintah terlebih dahulu. Dibandingkan Undang-Undang, pembuatan Peraturan Pemerintah membutuhkan waktu relatif singkat.

Kemudian dalam jangka panjang, pemerintah bisa melanjutkan pembuatan desain pajak karbon yang lebih komprehensif.

“Pembuatan pajak karbon sebaiknya dipisahkan dari RUU KUP (Rancangan Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan). UU yang berkaitan dengan pajak karbon yang lebih teknis perlu dibuat secara transparan, komprehensif, dan inklusif berdasarkan suatu kajian ilmiah,” katanya.

Baca juga: Bappenas: Pemungutan pajak karbon mesti sederhana

Baca juga: Stafsus Menkeu pastikan pajak karbon tidak bebani pelaku usaha

Baca juga: DJP: Pajak karbon untuk kurangi emisi sampai 29 persen pada 2030

Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Ahmad Buchori
Copyright © ANTARA 2021