Jakarta (ANTARA) - Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir, mengatakan, pemikiran Soekarno tentang Pancasila adalah sesuatu yang moderat sehingga ideologi bangsa itu tidak boleh ditafsirkan atau diimplementasikan dengan pandangan radikal-ekstrem.

"Tidak boleh, karena akan bertentangan dengan hakikat Pancasila," kata Nashir melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin.

Oleh sebab itu, lanjut dia, Pancasila maupun Indonesia tidak boleh ditarik ke kanan atau ke kiri. Akan tetapi diletakkan di tengah-tengah agar menjadi rujukan bersama kehidupan berbangsa dan bernegara.

Baca juga: Muhammadiyah nilai penanganan pandemi mesti berpedoman pada Pancasila

Pikiran-pikiran nasionalisme yang radikal-ekstrem (ultranasionalisme, chauvinisme), keagamaan yang radikal-ekstrem (cita-cita negara agama atau teokrasi, fundamentalisme agama), multikulturalisme radikal-ekstrem (paham demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, dan toleransi liberal-sekular).

Kemudian segala ideologi radikal-ekstrem lainnya seperti komunisme dan liberalisme-sekularisme tidak sejalan dengan Pancasila yang berwatak-dasar moderat.

Jika ingin menjalankan Pancasila yang moderat, maka strategi membangun dan mengembangkan pemikiran keindonesiaan pun semestinya menempuh jalan moderat atau moderasi, bukan melalui pendekatan kontra radikal atau deradikalisasi yang ekstrem, ujar dia.

Baca juga: Ketua MPR: Ada kekosongan nilai kebangsaan dari generasi muda

Ia menyinggung kontroversial seputar tes wawasan kebangsaan, survei lingkungan belajar, lomba pidato tentang hukum menghormati bendera, dan pemikiran- pemikiran pro kontra lainnya mesti dihindari.

Hal itu perlu dilakukan jika ingin meletakkan Pancasila bersama tiga pilar lainnya yaitu Negara Kesatuan Republik Indonesia, UUD 1945, dan kebinekaan sebagai ideologi jalan tengah yang moderat.

Baca juga: Tiga aktris Indonesia ajak masyarakat terus menjaga nilai toleransi

Terakhir, kata dia, menghadapi paham radikal-ekstrem tidak semestinya dengan cara yang radikal-ekstrem pula. Sebab, selain akan melahirkan radikal-ekstrem baru juga bertentangan dengan jiwa Pancasila.

"Pikiran-pikiran loyalis maupun kritis yang hidup di tubuh bangsa Indonesia seyogyanya mengandung pikiran dan cara-cara yang moderat," ujarnya.

Pewarta: Muhammad Zulfikar
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2021