Jakarta (ANTARA News) - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Mustafa Abubakar, meminta seluruh perusahaan milik negara mempelajari keberhasilan tranformasi perusahaan di China yang sukses menjadi pemain skala global.

"China memiliki pengalaman yang mirip dengan apa yang terjadi di Indonesia dalam pengelolaan perusahaan negara. Namun, mereka berhasil melakukan transformasi terutama di sektor strategis seperti energi dan perbankan," kata Mustafa, di sela-sela dialog bertajuk "Sharing The Chinese Experience in Making State Enterprises Profitable," di Jakarta, Kamis.

Dialog yang diprakarsai Kantor Berita ANTARA dan harian sore Sinar Harapan di Auditorium Adhiyana Wisma ANTARA itu menghadirkan pakar ekonomi China dari Columbia University (AS), Prof. Xiao Geng, diikuti sejumlah direksi dan komisaris BUMN.

Menurut Mustafa, pengalaman perusahaan China menembus pasar internasional dapat dijadikan sebagai ukuran untuk meningkatkan daya saing produk-produk yang dihasilkan BUMN di Indonesia.

Sesungguhnya, diutarakan Mustafa, BUMN di Indonesia sudah lebih berkembang tercermin dari kontribusi yang diberikan kepada negara.

Sejumlah indikator keberhasilan BUMN, menurut dia, meliputi pendapatan yang mencapai Rp989 triliun pada tahun 2009, dan laba bersih sebesar Rp88 triliun, dengan tingkat pertumbuhan tiap tahun rata-rata untuk total aset dan pendapatan mencapai 13 persen, dan untuk laba bersih 19 persen per tahun.

Keberhasilan lainnya adalah BUMN Perbankan mampu mengumpulkan dana pihak ke tiga hingga 40 persen dari total dana pihak ke tiga nasinoal. Pada industri semen, mampu menguasai 44,6 persen pasar pasar, sektor telekomunikasi menguasai 47 persen pangsa pasar.

"Ini menunjukkan bahwa BUMN memiliki daya saing yang cukup tinggi untuk berkompetisi secara fair dengan para pelaku ekonomi lainnya," kata Mustafa.

Dari sisi kontribusi terhadap negara (APBN), 141 BUMN pada tahun 2009 menyetor hingga Rp120 triliun, terdiri atas Rp91,6 triliun dari pembayaran pajak, dan Rp28,6 triliun dalam bentuk dividen.

"Angka ini merupakan 12 persen dari anggaran penerimaan negara," kata Mustafa.

Besaran kontribusi BUMN juga terlihat dari proporsi belanja modal dan belanja operasional, yang pada tahun 2009 mencapai Rp107 triliun, dan meningkat menjadi Rp190,8 triliun pada 2010.

"Peran signifikan BUMN juga terlihat dari porsi 17 BUMN Publik di pasar modal yang mampu menguasai hingga 30 persen kapitalisasi pasar di Bursa Efek Indonesia," ujar Mustafa.

Sementara itu, Prof. Xiao Geng mengungkapkan pemerintah China secara bertahap mereformasi berbagai perusahaan negara sejak tahun 1978.

Strategi yang mengembangkan perusahaan China ditempuh dengan, mempertahankan BUMN berskala besar, dan melepas perusahaan yang kecil dan merugi.

"Berbagai BUMN yang berskala kecil diprivatisasi atau dibangkrutkan demi mengurangi beban pemerintah, sementara yang besar disehatkan dengan subsidi atau di-merger agar menjadi perusahaan yang kuat dan menguasai ekonomi," kata Xiao.

Dalam risetnya, ia membagi transformasi BUMN China dalam tiga tahap, yaitu pertama, mempertahankan yang besar dan melepas yang kecil, kedua, mengendurkan ikatan antara negara dan para pegawai BUMN, dan ketiga mengubah komposisi kepemilikan saham pemerintah dengan privatisasi.

Hasil dari transformasi tersebut, tercatat pada tahun 2005 terdapat 3.999 BUMN dengan total aset 6,09 triliun yuan atau setara dengan 58 persen total aset BUMN China, dengan keuntungan sekitar 268 miliar yuan.
(T.R017/P003)

Pewarta:
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010