Jakarta (ANTARA News) - Dewan Pers menyatakan terjadi pelanggaran kode etik jurnalistik (KEJ) dan penyalahgunaan profesi karena ada usaha yang dilakukan wartawan untuk mendapatkan saham perdana PT Krakatau Steel dengan menggunakan profesi dan jaringannya sebagai wartawan.
"Tindakan tersebut menimbulkan konflik kepentingan karena sebagai wartawan yang meliput kegiatan di bursa efek Indonesia juga berusaha terlibat dalam proses jual-beli saham untuk kepentingan pribadi. Ini bertentangan dengan pasal 6 KEJ," kata Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers, Agus Sudibyo di Jakarta, Rabu.
Dalam pasal 6 itu berisi bahwa Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesinya dan tidak menerima suap.
Namun, lanjut Agus, Dewan Pers sejauh ini belum menemukan bukti-bukti kuat adanya praktek pemerasan yang dilakukan wartawan terkait kasus pemberitaan IPO PT Krakatau Steel (KS).
Hal itu terungkap setelah Dewan Pers melakukan pemeriksaan silang dan klarifikasi terhadap pihak-pihak terkait, antara lain Metro TV, Harian Seputar Indonesia, Harian Kompas, detik.com, Henny Lestari (Konsultan IPO PT KS) dan Mandiri Sekuritas.
Terkait nama-nama media yang wartawannya diduga terlibat dalam kasus pembelian saham perdana PT KS, kata Agus, wartawan detik.com secara jujur telah mengakui keterlibatannya dalam proses pembelian saham IPO PT KS dan dengan sukarela telah mengundurkan diri.
Harian Seputar Indonesia telah mengirim surat kepada Dewan Pers yang menyatakan bahwa wartawannya yang diduga terlibat dalam kasus yang sama telah mengundurkan diri sejak 10 November 2010.
"Karena wartawan Sindo sudah tidak lagi menjadi wartawan, maka bukan kewenangan Dewan Pers lagi untuk mengurusi permasalahan itu," kata Agus.
Dewan Pers juga telah menyampaikan tentang dugaan keterlibatan wartawan Metro TV dalam kasus dugaan pembelian saham IPO PT KS oleh sejumlah wartawan, bahkan Metro TV menyatakan membuka diri untuk menjatuhkan sanksi yang sepatutnya kepada wartawannya, jika terbukti melanggar KEJ.
"Dewan Pers belum dapat mengambil kesimpulan tentang keterlibatan wartawan Metro TV ini dan membutuhkan bukti-bukti yang kuat untuk mengambil kesimpulan dengan memegang asas praduga tak bersalah. Dewan Pers akan melanjutkan pemeriksaan dan mengimbau Metro TV secara internal juga melakukan penyelidikan," ujarnya.
Sementara terkait keterlibatan wartawan Kompas, Dewan Pers telah melakukan penyelidikan terhadap bukti-bukti yang ada dan berdasarkan hasil verifikasi menyatakan wartawan Kompas dengan sengaja berusaha menggunakan profesinya sebagai wartawan meminta diberi kesempatan membeli saham IPO PT KS.
Dewan Pers belum mengetahui secara pasti apakah wartawan Kompas pada akhirnya membeli saham IPO PT KS atau tidak, namun usaha-usaha yang dilakukannya untuk mendapat jatah membeli saham IPO PT KS sudah dikategorikan sebagai tindakan yang tidak profesional dan melanggar kode etik jurnalistik, khususnya pasal 6.
"Kami memiliki bukti berupa percakapan wartawan Kompas dengan Humas yang berkaitan IPO PT KS melalui BlackBerry Mesengger (BBM)," paparnya.
Dewan Pers memberi kesempatan kepada manajemen Kompas untuk menjatuhkan sanksi sepatutnya kepada yang bersangkutan.
"Kami sudah memberi kesempatan kepada yang bersangkutan untuk membela diri saat pertemuan Dewan Pers dan manajemen Kompas beberapa waktu lalu, namun yang bersangkutan `menyerang` Dewan Pers dengan kata-kata kasar," kata Ketua Dewan Pers Bagir Manan.
Menurut Bagir, pihaknya memberi kesempatan kepada manajemen Kompas untuk menjatuhkan sanksi kepada wartawannya. Pemberian sanksi merupakan kewenangan manajemen Kompas, Dewan Pers tidak berhak memberi sanksi, tambah Bagir.
Dewan Pers juga mengimbau agar segenap pers Indonesia menegakan KEJ dan profesionalisme media.(*)
(T.S037/S019)
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2010