Yogyakarta (ANTARA) - Kondisi perekonomian dan kemampuan keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta yang belum sepenuhnya pulih akibat pandemi COVID-19 menjadi alasan pemerintah daerah setempat untuk menunda pembahasan Raperda Bank Perkreditan Rakyat Syariah tahun 2021 ini.
“Namun demikian, kami memastikan bahwa pemerintah daerah tetap memiliki komitmen untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah dari sektor keuangan,” kata Wakil Wali Kota Yogyakarta Heroe Poerwadi di Yogyakarta, Jumat.
Hanya saja, lanjut dia, pandemi COVID-19 disertai dengan meledaknya kasus di Kota Yogyakarta sejak Juli menjadikan pemerintah daerah perlu menyusun kembali strategi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi syariah di kota tersebut.
“Pada tahun ini, pemerintah kota juga masih memiliki berbagai kewajiban yang harus dituntaskan khususnya penyertaan modal ke BPD DIY dan PDAM Tirtamarta. Nilai penyertaan modal yang akan diserahkan pun mengalami penyesuaian,” katanya.
Selain itu, Bank Jogja yang semula diharapkan dapat dijadikan sebagai embrio untuk mendirikan BPR Syariah kondisi keuangannya belum membaik usai diterpa kasus.
“Kami juga mendengarkan berbagai masukan terkait bank syariah yang tidak bisa lagi menjadi satu dengan bank konvensional. Harus bisa berdiri sendiri. Tentunya, bebannya akan semakin berat dan sulit jika dipaksakan beroperasi dalam kondisi sekarang,” katanya.
Baca juga: Wapres: Indonesia perlu sistem pelayanan kesehatan sesuai akidah Islam
Oleh karenanya, Heroe mengatakan, komitmen Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mendorong perekonomian syariah akan dialihkan dengan menyertakan modal ke bank syariah yang sudah ada dan beroperasi.
“Pilihan ini dirasa paling tepat. Memiliki bank syariah bukan lantas diartikan mendirikan bank baru, tetapi bisa juga dengan melakukan penyertaan modal ke bank syariah yang sudah beroperasi agar semakin kuat,” katanya.
Jika kondisi perekonomian sudah membaik bahkan pulih, rencana Pemerintah Kota Yogyakarta untuk mendirikan BPR syariah bisa kembali digodok. “Jadi, penundaan ini hanya masalah teknis saja karena kondisi perekonomian dan keuangan yang tidak memungkinkan. Komitmen tetap ada,” katanya.
Sebelumnya, Wakil Ketua Fraksi PAN DPRD Kota Yogyakarta Rifki Listianto mengatakan, langkah pemerintah daerah menunda pembahasan Raperda BPR Syariah telah mengingkari janji kampanye saat Pilkada 2017.
“BPR Syariah juga sudah masuk dalam RPJMD Pemerintah Kota Yogyakarta 2017-2022 yang seharusnya menjadi target untuk direalisasikan,” katanya.
Jika alasannya adalah kondisi perekonomian dan keuangan Pemerintah Kota Yogyakarta, maka Rifki menyebut Raperda BPRS Syariah masih bisa memasukkan klausul untuk pembentukan bank syariah dimulai saat kondisi keuangan memungkinkan.
Baca juga: Menkeu: Keuangan syariah elemen kunci ciptakan stabilitas keuangan
Pewarta: Eka Arifa Rusqiyati
Editor: M Razi Rahman
Copyright © ANTARA 2021