"Biaya sekolah di Indonesia masih mahal, terlebih lagi dengan bermacam pungutan liar yang diterapkan sekolah," katanya pada satu seminar di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Yogyakarta, Minggu.
Ia mengatakan alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara sebesar 20 persen untuk pos pendidikan pun tidak menjamin mudahnya akses sekolah bagi orang miskin.
"Yang terjadi justru kecemasan bahwa 20 persen tersebut berpotensi untuk disalahgunakan. Maraknya praktik korupsi dunia pendidikan yang terungkap setidaknya membuktikan bahwa anggaran bukanlah pemecah masalah," katanya.
Korupsi di dunia pendidikan juga menyebabkan terbengkalainya kualitas infrastruktur pendidikan di negeri ini.
"Anggaran yang sedianya untuk memperbaiki infrastruktur justru dikorupsi. Berdasarkan data dari Kementerian Pendidikan Nasional, saat ini terdapat 161.000 gedung sekolah yang rusak," katanya.
Akibat lebih jauh, kualitas pendidikan Indonesia semakin tertinggal dari negara-negara lain, bahkan untuk level Asia Tenggara pun Indonesia adalah yang terpuruk, sebutnya.
Dia memaparkan, Indeks pembangunan manusia Indonesia per 2009 ada di posisi 111, jauh di bawah Malaysia yang berperingkat 66, Filipina 105, Thailand 87, dan Singapura yang berperingkat 23.
Menurut dia, modus korupsi yang sedikit nekat dan berani adalah manipulasi laporan keuangan penyelenggaraan pendidikan oleh sekolah-sekolah.
"Sangat sedikit lembaga pendidikan yang berani menyewa akuntan independen untuk memberi penilaian atas laporan keuangannya," katanya.
Ia menilai Anggaran Pendapatan dan Belanja Sekolah (APBS) pun banyak yang tidak transparan dan tiap kali ada guru yang menggugat hal tersebut, maka ia akan disingkirkan oleh pihak sekolah.(*)
ANT/AR09
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2010