Tahap kolaborasi dan konvergensi dilakukan mulai dari tingkat kementerian hingga kepala desa
Jakarta (ANTARA) - Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) menjalin kerja sama dengan Kedutaan Besar Belanda untuk mengatasi sejumlah permasalahan dalam bidang kesehatan di Indonesia seperti perkawinan anak dan stunting.
“Tahap kolaborasi dan konvergensi dilakukan mulai dari tingkat kementerian hingga kepala desa. Untuk menciptakan akses intervensi gizi spesifik dan sensitif yang berkualitas,” kata Kepala BKKBN Hasto Wardoyo dalam acara virtual “Ambassador Talks with the Embassy of the Kingdom of the Netherlands” yang terpantau secara daring di Jakarta, Kamis.
Berdasarkan data terakhir pihaknya, Hasto mengatakan angka stunting di Indonesia menurun dari 37,2 persen pada tahun 2013 menjadi 27,7 persen di tahun 2019.
Baca juga: BKKBN: Tiga provinsi memiliki angka prevalensi stunting tinggi
“Namun prevalensinya masih tinggi jika dibandingkan dengan standart World Health Organization (WHO) yaitu 20 persen,” kata dia menjelaskan kondisi stunting Indonesia masih jauh dari standar WHO.
Hasto menjelaskan, pihaknya telah melakukan sejumlah aksi seperti Dapur Sehat Atasi Stunting (Dashat), serta menjajaki kerja sama dalam mendirikan Food Bank.
“Terakhir untuk meningkatkan akses nutrisi, BKKBN siap bekerja sama dalam masalah yang disebutkan dengan semua mitra untuk mengurangi angka stunting di Indonesia,” tegas dia.
Duta Besar Belanda untuk Republik Indonesia Lambert Grijns mengatakan pihaknya sangat mendukung Pemerintah Indonesia untuk dapat mengatasi permasalahan stunting.
Baca juga: BKKBN: Kolaborasi kunci tangani gizi buruk hingga stunting
“Jadi memang saya menyambut target yang ditentukan oleh Republik Indonesia. Terkait aspek-aspek misalnya saja untuk mengurangi perkawinan anak, saya kira Indonesia sudah berada di dalam track yang benar,” kata Lambert.
Lambert mengatakan, penuntasan masalah stunting harus optimal karena stunting merupakan suatu masalah yang kompleks, karena tidak hanya terkait dengan gizi tetapi juga tempat tinggal dan edukasi.
Ia juga mengapresiasi pemerintah Indonesia yang sangat mendukung pentingnya pemberian ASI kepada bayi terutama pada 1.000 hari pertama pertumbuhan anak.
“Pemberian ASI juga salah satu yang paling penting untuk memastikan kelengkapan gizi di 1.000 hari pertama pertumbuhan anak. Di Indonesia, saya melihat bahwa ASI sangat ditekankan dan saya ingin menekankan betapa pentingnya hal ini,” ujar dia.
Baca juga: BKKBN: Posyandu punya fungsi strategis turunkan angka stunting
Selanjutnya Lambert memberikan saran kepada pemerintah Indonesia, supaya lebih banyak melakukan sosialisasi terkait perkawinan anak dapat menyebabkan bayi lahir stunting serta menekankan pemberian akses informasi baik melalui media sosial atau bidang pendidikan terkait kesehatan reproduksi yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat.
Duta Besar Indonesia untuk Belanda Mayerfas mengatakan dirinya ikut mendukung kerja sama penuh yang terjalin antarkedua negara supaya angka stunting di Indonesia semakin menurun.
Mayerfas mengatakan selain memiliki berbagi latar belakang sejarah, Belanda juga merupakan salah satu negara yang terdepan dalam teknologi kesehatan.
Baca juga: BKKBN sebut percepatan penurunan stunting pegang teguh lima pilar
“Pengetahuan atau solusi perawatan kesehatan terpadu ini, memberikan potensi besar untuk mempromosikan kemitraan inovatif di sektor yang diselenggarakan dengan Indonesia, termasuk intervensi kesehatan yang diperlukan untuk mengatasi stunting,” kata dia.
Sebelumnya pada bulan November 2018, Mayerfas mengatakan Indonesia dan Belanda telah menandatangani nota kesepahaman (MoU) untuk mempromosikan perusahaan kesehatan bilateral. MoU itu dapat dijadikan sebagai wadah untuk membahas stunting dan kesehatan reproduksi.
“Melalui mekanisme penggabungan kelompok kerja kesehatan, kedua negara dapat mengelaborasi kepentingan bersama dan potensi kerja sama antara Indonesia dan Belanda,” kata dia.
Baca juga: Pergizi Pangan Indonesia minta Dashat BKKBN perhatikan gizi ibu hamil
Pewarta: Hreeloita Dharma Shanti
Editor: Agus Salim
Copyright © ANTARA 2021