Sri Wahyumi adalah tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi oleh penyelenggara negara terkait proyek pekerjaan infrastruktur di Kabupaten Kepulauan Talaud, Tahun 2014 sampai Tahun 2017.
"Hari ini, tim penyidik KPK telah selesai melaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) kepada tim JPU (Jaksa Penuntut Umum) karena setelah dilakukan penelitian berkas perkara maka dinyatakan lengkap," kata Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya di Jakarta, Kamis.
Ali mengatakan penahanan lanjutan terhadap Sri Wahyumi dilaksanakan oleh tim JPU selama 20 hari di Rutan KPK pada Gedung Merah Putih KPK, Jakarta terhitung mulai 26 Agustus 2021 sampai 14 September 2021.
Baca juga: KPK perpanjang penahanan mantan Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi
"Dalam waktu 14 hari kerja, tim JPU menyusun surat dakwaan dan melimpahkan berkas perkaranya ke pengadilan tipikor. Persidangan diagendakan di Pengadilan Tipikor pada PN Manado," ucap Ali.
Selama proses penyidikan, kata dia, telah diperiksa 101 orang yang diantaranya terdiri atas pihak swasta dan aparatur sipil negara (ASN) Pemkab Kepulauan Talaud.
KPK pada 29 April 2021 kembali menahan Sri Wahyumi setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan penerimaan gratifikasi.
Diketahui, Sri Wahyumi telah menjalani masa hukuman 2 tahun penjara terkait perkara yang menjeratnya sebelumnya, yakni suap lelang pekerjaan revitalisasi Pasar Lirung dan pekerjaan revitalisasi Pasar Beo Kabupaten Kepulauan Talaud Tahun 2019.
KPK kemudian langsung menangkap dan menahan Sri Wahyumi kembali. Sri Wahyumi diduga menerima gratifikasi senilai Rp9,5 miliar.
Baca juga: KPK: tas mewah mantan Bupati Kepulauan Talaud laku dilelang Rp15 juta
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan bahwa sejak Sri Wahyumi dilantik sebagai Bupati Kepulauan Talaud Periode 2014-2019 yang bersangkutan berulang kali melakukan pertemuan di rumah dinas jabatan dan rumah kediaman pribadi dengan para Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Kepulauan Talaud.
Para ketua pokja tersebut, yakni John Rianto Majampoh selaku Ketua Pokja Tahun 2014 dan 2015, Azarya Ratu Maatui selaku Ketua Pokja Tahun 2016, dan Frans Weil Lua selaku Ketua Pokja tahun 2017.
Sri Wahyumi selalu aktif menanyakan daftar paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di Pemkab Kepulauan Talaud yang belum dilakukan lelang dan memerintahkan kepada para Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Kepulauan Talaud untuk memenangkan rekanan tertentu sebagai pelaksana paket pekerjaan tertentu dalam proses lelang.
Baca juga: KPK lelang tas mewah-anting eks Bupati Kepulauan Talaud Sri Wahyumi
Selain itu, Sri Wahyumi diduga memberikan catatan dalam lembaran kertas kecil berupa tulisan tangan berisi informasi nama paket pekerjaan dan rekanan yang ditunjuk langsung.
Sri Wahyumi memerintahkan kepada para Ketua Pokja Pengadaan Barang dan Jasa Kepulauan Talaud meminta "commitment fee" sebesar 10 persen dari nilai pagu anggaran masing-masing paket pekerjaan sekaligus melakukan pencatatan atas pemberian "commitment fee" para rekanan tersebut.
Atas perbuatannya, Sri Wahyumi disangkakan melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Pewarta: Benardy Ferdiansyah
Editor: Herry Soebanto
Copyright © ANTARA 2021