Beijing (ANTARA News/AFP) - Beijing melakukan pembicaraan telefon dengan Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton, Jumat, mengenai keadaan yang tegang setelah serangan bom mematikan Korea Utara ke sebuah pulau Korea Selatan, kata Kementerian Luar Negeri China.
Menteri Luar Negeri China Yang Jiechi juga berbicara dengan menlu Korea Selatan dan bertemu dengan duta besar Korea Utara di Beijing untuk membahas situasi tersebut.
Yang mendesak Seoul dan Pyongyang untuk tenang dan mengendalikan diri dan mengatasi permasalahan melalui dialog, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan, seperti disiarkan kantor berita Xinhua.
"Tugas mendesak kini adalah mengendalikan situasi dan mencegah berulangnya kejadian serupa," katanya.
AS dan Korea Selatan berencana mengadakan latihan gabungan angkatan laut di Laut Kuning pada Minggu, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara, sekutu Beijing, dan rencana itu telah menyulut kecaman dari China.
Sebelumnya Jumat, Beijing memperingatkan kegiatan militer di zona ekonomi eksklusifnya, menggemakan pernyataan serupa sehari sebelumnya yang menentang latihan perang AS dan Korea Selatan itu.
Yang mengatakan, China sungguh-sungguh memperhatikan insiden Selasa yang menewaskan empat orang dan mendorong serangan balasan dari Korea Selatan itu, dan sangat prihatin atas perkembangan yang terjadi.
Serangan artileri Korea Utara menewaskan empat orang di pulau Yeonpyeong, melukai 15 marinir serta tiga warga sipil, dan menghancurkan 19 rumah.
Meski negara-negara besar dunia mengecam Pyongyang atas insiden mematikan itu, Beijing lagi-lagi bungkam, seperti juga ketika Korea Utara disalahkan atas penenggelaman sebuah kapal perang Korea Selatan pada Maret.
Ketegangan di Semenanjung Korea meningkat tajam sejak Korea Selatan dan AS menuduh Korea Utara mentorpedo kapal perang Seoul itu, yang menewaskan 46 orang.
Korea Utara membantah terlibat dalam tenggelamnya kapal itu dan mengancam melakukan pembalasan atas apa yang disebutnya latihan perang provokatif Korea Selatan yang dilakukan sebagai tanggapan atas insiden kapal tersebut.
Latihan itu, yang melibatkan 4.500 prajurit, 29 kapal dan 50 jet tempur, merupakan salah satu dari serangkaian latihan terencana dalam beberapa bulan ini, beberapa diantaranya dilakukan dengan AS, sekutu Seoul, dalam unjuk kekuatan terhadap Korea Utara.
Kapal perang Korea Selatan Cheonan tenggelam pada 26 Maret di dekat perbatasan Laut Kuning yang disengketakan dengan wilayah utara pada dalam kondisi misterius setelah ledakan yang dilaporkan.
Dewan Keamanan PBB mengecam penenggelaman kapal Korea Selatan itu namun tidak secara langsung menyalahkan Korea Utara, meski AS dan Korea Selatan meminta kecaman PBB terhadap negara komunis itu.
Penyelidik internasional pada 20 Mei mengumumkan hasil temuan mereka yang menunjukkan bahwa sebuah kapal selam Korea Utara menembakkan torpedo berat untuk menenggelamkan kapal perang Korea Selatan itu, dalam apa yang disebut-sebut sebagai tindakan agresi paling serius yang dilakukan Pyongyang sejak perang Korea 60 tahun lalu.
Korea Selatan mengumumkan serangkaian pembalasan yang mencakup pemangkasan perdagangan dengan negara komunis tetangganya itu.
Korea Utara membantah terlibat dalam insiden tersebut dan membalas tindakan Korea Selatan itu dengan ancaman-ancaman perang.
Seorang diplomat Korea Utara mengatakan pada 3 Juni, ketegangan di semenanjung Korea setelah tenggelamnya kapal perang Korea Selatan begitu tinggi sehingga "perang bisa meletus setiap saat".
Dalam pernyataan pada Konferensi Internasional mengenai Perlucutan Senjata, wakil utusan tetap Korea Utara untuk PBB di Jenewa, Ri Jang-Gon, menyalahkan "situasi buruk" itu pada Korea Selatan dan AS.
"Situasi semenanjung Korea saat ini begitu buruk sehingga perang bisa meletus setiap saat," katanya.
Kedua negara Korea itu tidak pernah mencapai sebuah perjanjian pedamaian sejak perang 1950-1953 dan hanya bergantung pada gencatan senjata era Perang Dingin. (M014/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010