Jakarta (ANTARA) - Sejumlah orang masih tertarik membeli madu dari luar negeri, padahal madu dari hutan Indonesia jauh lebih bergizi. Masih ada juga orang yang senang belanja produk fesyen luar negeri, padahal baju dari wastra Nusantara begitu cantik dan bergaya.

Melihat ini asosiasi pemerintah kabupaten untuk pembangunan lestari, yaitu Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL), kemudian mempromosikan produk kabupaten yang bukan hanya diproduksi secara lokal, melainkan produk lokal yang lestari. Artinya, produk tersebut bersifat ramah lingkungan dan ramah sosial.

Dari sisi lingkungan, proses pembuatan dari hulu ke hilir tidak membahayakan lingkungan hidup. Bahan bakunya pun diambil dari alam yang terjaga dengan baik. Sementara itu, dari sisi sosial, produk tersebut bisa membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang hidup di lingkungan lokasi usaha.

Proses pembuatan produk lokal lestari memang masih menemui banyak tantangan, salah satunya dari segi kemasan. Sejauh ini masih ada yang menggunakan materi kurang ramah lingkungan karena keterbatasan pilihan di kabupaten.

Kendati demikian LTKL terus berusaha mencari model pengemasan yang lebih ramah lingkungan. Sebab kemasan ini juga menyangkut harga, makin tinggi harga, makin sulit pemasarannya. Belum lagi banyak produk lokal yang diproduksi jauh dari kota, sehingga biaya distribusi perlu dipertimbangkan.

Hal penting lain yang menjadi perhatian utama LTKL adalah perizinan. Pelaku UMKM sebaiknya sudah memiliki sertifikasi Produk Usaha Rumah Tangga (PIRT). LTKL bersama Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) yang didukung oleh SMESCO Indonesia dan mitra pendukung lain mengadakan pelatihan terkait perizinan UMKM, karena tidak semua pelaku usaha paham tentang perizinan.

Saat awal mengkurasi produk untuk dimasukkan ke toko online Gerai Kabupaten Lestari, LTKL melihat dari sisi cerita, keberlanjutan dan kemasan. Tapi, karena perizinan merupakan faktor yang penting, maka kemudian mereka memasukkannya sebagai salah satu kriteria.

Baca juga: Khasiat madu dan air mawar untuk cegah "maskne"

Baca juga: Lima jenis madu yang dicari selama pandemi

Berikut ini adalah sejumlah produk lokal lestari yang tidak kalah dengan produk luar negeri.

Madu Hutan Milanka dan Nahla

Sejak zaman kuno, madu telah digunakan baik sebagai makanan maupun obat. Panganan manis yang dibuat dari sarang lebah ini dianggap sebagai emas cair karena manfaatnya yang luar biasa bagi kesehatan, selain rasanya yang nikmat manis.

Madu hutan Indonesia sendiri terbukti memiliki kandungan mineral, vitamin serta gizi yang sangat tinggi. Untuk produksi madu lokal yang lestari ada jenama Madu Milanka berasal dari Bangka dan Riau serta Madu Nahla yang berasal dari Kabupaten Kapuas Hulu, Kalimantan Barat.

Madu Nahla (ANTARA/Ho LTKL)

Terkait dengan produksi Madu Nahla, Wahyudi Hidayat, Wakil Bupati Kapuas Hulu, menjelaskan, madu hutan merupakan salah satu produk yang masuk kategori Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) dan menjadi produk unggulan Kabupaten Kapuas Hulu, yang merupakan salah satu anggota LTKL.

Melihat potensi ekonomi di baliknya, Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu bersama pegiat pelaku usaha madu hutan kemudian membentuk sentra wirausaha produksi dan pemanfaatan HHBK komoditas madu hutan.

Salah satu jenis yang dikembangkan adalah madu tikung (salah satu jenis madu di Kapuas Hulu) yang tidak merusak lingkungan. Sejak dulu para petani menerapkan Sistem Panen Madu Lestari (SPML) yang bertujuan untuk menjamin keberlanjutan produksi madu.

Gula Semut Aren PalmGo

Di daerah Gorontalo terdapat 164.000 pohon aren produktif. Namun, kebanyakan petani mengolahnya menjadi gula merah yang harganya relatif rendah atau menjadi minuman keras. Akibatnya, mereka harus menghadapi kasus hukum karena produk yang mereka hasilkan dinilai ilegal.

Melihat kejadian tersebut Roni Nopo selaku Direktur Gula Semut PalmGo, mencari cara untuk membantu mereka sekaligus mengolah potensi aren secara lestari.
Timbullah ide memproduksi gula semut dengan berbagai pendekatan dan sosialisasi kepada para petani aren

Roni menjelaskan, lokasi pohon aren yang kini dimanfaatkan jauh dari pemukiman petani. Jadi selain memanen dari pohon liar, sekarang para petani ini juga dianjurkan untuk menanam dan merawat pohon-pohon aren. Dengan begitu, jumlah produksi mereka meningkat. Roni pun tak segan setiap hari mendatangi dan mengawasi petani.

Dilihat dari segi rasa dan khasiat, gula semut PalmGo sama seperti gula lain. Hanya saja, produk mereka tidak menggunakan pengawet kimia sintetis, melainkan pengawet herbal alami dari akar kayu, kulit kayu, dan buah-buahan.

Dari hasil uji BPOM, kadar airnya hanya 0,2 persen sehingga produk PalmGo lebih kering dan renyah.

Bunga Telang Picnic Village

Saat ini banyak sekali kafe atau pengusaha makanan dan minuman yang meracik produk dari bunga telang. Bunga telang bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku usaha teh telang kering, seperti yang dikerjakan oleh UMKM Istana Datin Anom, Kampung Siak Merambai, Kecamatan Bungaraya, Riau.

Agar bahan baku untuk produksi tidak cepat habis, pelaku usaha yang melabeli produknya dengan nama Picnic Village ini membudidayakan bunga telang secara organik di pekarangan rumah.

Bunga tersebut dikeringkan tanpa kehilangan warna aslinya, dikemas cantik, dan siap diseduh.

Kain Gambo Muba

Motif jumputan ternyata bukan milik Solo dan Yogyakarta semata. Sumatra Selatan pun punya Jumputan Gambo Muba dari Kabupaten Musi Banyuasin.

Kain ikat celup jumput ini menggunakan pewarna alami dari sisa ekstraksi gambir, sejenis tanaman perdu yang hidup tumpang sari antara perkebunan karet.

Petani di Desa Toman biasanya memetik daun gambir pada pagi hari, lalu memulai proses ekstraksi daun gambir untuk dijadikan pewarna alami.

Proses pewarnaan kain gambo muba diawali dari proses mordan, yaitu merebus kain dengan 20 liter air, 300 gram air tawas, dan 100 gram soda abu. Setelah itu, kain dikeringkan secara alami, lalu dijumput oleh para perajin.

Inovasi motif jumputan gambo muba terus berkembang. Namun, satu motif yang khas adalah motif titik tujuh, yaitu motif jumputan khas Sumatra Selatan yang menurut budayawan melambangkan tujuh aliran sungai yang mengaliri provinsi ini, atau juga terkait filosofi tujuh tingkatan surga.

Model mengenakan busana dari kain Gambo Muba (ANTARA/Ho LTKL)

Karakteristik pewarna gambir ini sangat lekat dengan bahan kain yang mengandung serat alam, seperti katun, rayon, dan sutra, atau serat organik yang berasal dari serat eukaliptus.

Karena menggunakan pewarna alami, tentu kain gambo menjadi produk yang ramah lingkungan. Pewarna dari ekstraksi daun gambir ini menghasilkan warna yang unik dan berbeda di setiap kain, sehingga tidak ada kain yang warna dan motifnya sama persis.

Tak hanya dipasarkan dalam bentuk kain, para perajin UMKM Jumputan Gambo Sugih Toman yang tinggal di Desa Toman, Kecamatan Babat Toman, Kabupaten Musi Banyuasin, membuat pakaian jadi dalam bentuk abaya, jaket, dan juga masker. Cantik-cantik sekali.

Anyaman bambu rotan

Selain mengambil hasil hutan untuk kebutuhan sehari-hari, seperti bahan makanan, masyarakat Dayak di sekitar hutan Kalimantan bisa mengambil bambu rotan untuk dijadikan produk yang dipasarkan dengan nilai yang tinggi.

Para perempuan Dayak yang tergabung dalam Koperasi Jasa Menenun Mandiri menggunakan rotan bambu berkualitas tinggi dan dengan teliti menganyamnya menjadi berbagai jenis produk, termasuk tas.

Bahan pewarnanya pun mereka ambil dari hutan. Misalnya, untuk warna hitam mereka menggunakan daun pararau, sementara untuk warna merah mereka memakai daun jati muda.

Menariknya, setiap anyaman memiliki makna motif tersendiri yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat Dayak.

Merayakan HUT RI Ke-76, LTKL sempat menggelar acara Virtual UMKM Fair yang dikemas dengan format live shopping. Tujuan acara ini adalah memperluas jaringan UMKM yang membuat produk lokal lestari, meningkatkan eksposur tentang narasi produk lokal lestari, dan menambah transaksi penjualan produk lokal lestari.

Melalui kanal YouTube SMESCO Indonesia, LTKL, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) bersama SMESCO Indonesia, dan Hutan Itu Indonesia (HII), mengajak semua masyarakat untuk bangga dan belanja produk-produk lokal lestari yang dikembangkan oleh sejumlah kabupaten. Ada 23 produk yang dikurasi secara khusus untuk dipamerkan di Gerai Kabupaten Lestari, Tokopedia, hasil kerja sama LTKL dan mitra gotong royong.

“Harapan kami dan mitra kolaborator, melalui Gerai Kabupaten Lestari di Tokopedia, kita bersama-sama dapat meningkatkan peluang pasar untuk produk-produk lokal lestari dari kabupaten dan mendorong konsumen lebih mindful dalam memilih produk yang ramah lingkungan dan ramah sosial,” kata Ristika Putri Istanti, Manajer Program Sekretariat LTKL.

Ada banyak produk-produk lokal lestari lainnya yang berkualitas namun belum mendapat sorotan dari masyarakat Indonesia sendiri. Bila produk lestari Indonesia terbukti memang lebih berkualitas dan berkelanjutan daripada produk-produk jenama asing, mengapa kita tidak mencoba menggunakannya. Apalagi, pemerintah kini sedang gencar-gencarnya menggalakkan gerakan Bangga Buatan Indonesia, karena memang #IndonesiaBikinBangga.

Baca juga: Tetua adat Baduy musnahkan madu palsu

Baca juga: Polisi gerebek industri rumahan madu palsu di Kembangan

Baca juga: Efek samping makan madu beku menurut para ahli

Editor: Alviansyah Pasaribu
Copyright © ANTARA 2021