Guangzhou (ANTARA News) - Perhelatan Asian Games XVI/2010 mendekati babak akhir. Jauh-jauh hari China telah memastikan diri sebagai juara umum perhelatan yang dihelar dua minggu lebih di Kota Guangzhou Provinsi Guangdong itu.
Pertandingan baru separuh perjalanan, pasukan China sudah memastikan diri sebagai juara umum, dan di atas kertas dalam seminggu terakhir perhelatan olahraga Asia itu, kontingen lainnya hanya bersaing untuk memperbaiki posisi di papan tengah.
"Perhelatan Asian Games XVI/2010 milik China, dominasi tuan rumah cukup kuat, dan itu tidak mengagetkan karena semua kontingen sudah memprediksi kekuatan mereka sulit dihentikan," kata Chef de Mission Kontingen Indonesia, Tono Suratman.
China pun mencatat rekor melampaui perolehan medali terbanyak yang mereka raih selama ini. Hingga Kamis (25/11) China telah mengemas 181 medali emas, 104 perak dan 91 perunggu. Jauh melewati peraihan medali pada Asian Games XV/2006 Doha dimana mereka hanya mengemas 159 medali emas.
Kontingen pesaingnyapun seperti Korea dan Jepang sadar betul bahwa keikutsertaan mereka di-event olahraga se-Asia itu tak mengejar peringkat, namun diimplementasikan dengan raihan medali.
Kenyataannya memang kedodoran juga, pasalnya dominasi China juga berimbas kepada melayangnya peluang mereka mendulang medali emas. Bisa dibayangkan China berhasil lolos pada 285 nomor pertandingan di mana 181 di antaranya meraih medali emas. Sebanyak 91 atlet atau tim China lainnya berhenti di peringkat ketiga.
Maka dengan raihan medali China sebegitu digdayanya di Asia, kontingen lainnya mustahil untuk bisa mengejarnya. Kecuali negeri China mengundurkan diri dari Asian Games XVI/2010, dan itupun sesuatu yang tidak mungkin.
Di lain pihak, China dengan Kota Guangzhou telah berhasil menampilkan episode baru penyelenggaraan Asian Games XVI/2010 secara modern, dan menunjukkan kepada dunia semuanya dilakukan dengan memberayakan potensi dan kemampuan infrastruktur, SDM serta teknologi sendiri.
Terlepas dari dominasi China dan keberhasilan menampilkan gelanggang pertandingan berstandar Olimpiade, persaingan strata kedua diperankan Korea Selatan dan Jepang. Peraihan medali China dengan Korsel dan Jepang juga begitu jomplang.
Korsel hingga Kamis mengumulkan 72 medali emas, 61 perak dan 85 perunggu dan menempati peringkat kedua. Disusul Jepang dengan 39 medali emas, 68 perak dan 86 perunggu.
Kontingen Asia Timur `menunjukkan" dominasi dan kemajuannya dibanding belahan Asia lainnya. Di strata ketiga Iran menjadi wakil Asia Barat bisa menyodok di papan tengah persaingan, itupun dengan raihan medali yang jomplang sekali yakni 19 emas, 11 perak dan 23 perunggu.
Pecahan Uni Soviet, Khazakstan dan Uzbekistan juga masih di posisi yang setara dengan medali emas belasan keping. Mereka meraihnya pada nomor-nomor klasik andalan mereka seperti dayung, atletik, senam dan beberapa cabang lainnya.
"Dominasi Asia Timur di cabang olahraga sangat signifikan, Hongkong dan China Taipei juga bersaing di sepuluh besar, hanya Iran dan pecahan Uni Soviet yang bisa mengimbangi," kata Tono Suratman.
Salip menyalip perolehan medali emas dan lainya, praktis hanya terjadi pada urutan lima ke bawahnya hingga peringkat ke-15. Sedangkan perolehan medali di papan bawah pun nyaris stagnan dan tidak banyak mengalami perubahan posisi atau peringkat akibat seretnya raihan medali bagi mereka.
Peringkat
Sementara posisi Indonesia, masih tetap berada di peringkat papan tengah dengan posisi terakhir di peringkat ke-13. Sepanjang helatan digelar, Indonesia belum pernah mampu menembus sepuluh besar.
"Peringkat pada saat event masih berlangsung tidak bisa jadi pegangan, dan lagi peringkat klasemen perolehan medali itu relatif yang penting jumah medali dan penampilan atlet kita hingga ke final," kata Ketua Umum KONI/KOI Rita Subowo.
Hal senada juga diungkapkan oleh Tono Suratman yang menyebutkan raihan medali Indonesia dengan empat emas, sembilan perak dan 12 perunggu sudah maksimal dan ada peningkatan dibandingkan empat tahun lalu di Asian Games XVI/2006 Qatar.
Empat medali emas, tiga medali emas diantaranya diraih dari nomor baru pada Asian Games yakni perahu naga yang menyumbang emas pertama hingga ketiga bagi Indonesia. Dan tradisi emas bulutangkispun masih bisa dipertahankan melalui pasangan putra Markis Kido/Hendra Setiawan.
"Dari delapan cabang yang ditargetkan menyumbangkan medali, hingga akhir event ini sudah 11 cabang yang menyumbangkannya, artinya ada hasil dari latihan selama ini," kata Tono Suratman.
Meski demikian ada beberapa cabang olahraga yang gagal menyumbang medali. Seperti karate dan Wushu yang semula ditarget emas gagal melakukannya.
"Kadang atlet kita sudah siap dan tampil maksimal, namun bisa terjadi kesalahan kecil saat bertanding yang membuat peluang itu melayang," kata Rita Subowo.
Sementara itu posisi Indonesia di deretan raihan medali kontingen negara-negara Asia Tenggara di peringkat ketiga dengan empat emas, sembilan perak dan 12 perunggu.
Kontingen Merah Putih berada di bawah Malaysia yang menempati peringkat kesembilan yang sementara baru mengumpulkan sembilan medali emas, 17 perak dan 13 perunggu dan Thailand dengan sembilan emas, tujuh perak dan 31 perunggu.
Singapura di peringkat ke-14 di bawah setingkat dari Indonesia dengan empat, tujuh perak dan enam perunggu. Vietnam di peringkat berikutnya dengan satu emas 17 perak dan 14 perunggu, kemudian Myanmar lima perak dan 1 perunggu dan Laos dua perunggu.
Hasil itu secara nyata menggambarkan peta kekuatan olahraga Asia Tenggara, di mana negeri kawasan itu akan turun pada ajang SEA Games 2011 di Indonesia.
Indonesia sendiri yang meraih empat emas dari perahu naga dan bulutangkis harus waspada karena selain Malaysia dan Thailand, juga Vietnam mencatat loncatan prestasi luar biasa pada Asian Games XVI/2010.
Yang pasti, prestasi negara-negara Asia sudah jelas terpetakan di Guangzhou, seluruh kawasan di Asia sudah terpetakan. Kota Guangzhou juga sukses menjalankan skenarionya membuat `panggung` olahraga Asia dengan kemasan modern, teknologi tigi dan futuristik sekaligus artistik.
(S033/T010)
Pewarta: Syarif Abdullah
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010