Ankara (ANTARA News/AFP) - Pemerintah Turki memberhentikan dua jenderal dan seorang laksamana yang diduga merencanakan pemberontakan, kata militer pada Kamis.

Ketegangan tersebut tampaknya telah menghidupkan kembali konfrontasi antara militer dan pemerintah yang telah berlangsung lama di negara Balkan itu.

Ketiga perwira tinggi yang telah meminta mahkamah militer untuk meninjau keputusan terhadap mereka itu, dibebastugaskan pada Senin, menurut pernyataan dari militer dalam laman internetnya.

Pernyataan tersebut merinci tahapan dalam konfrontasi yang berakar dari sebuah perselisihan pada Agustus, ketika para perwira tersebut didakwa atas dugaan telah merencanakan penggulingan Partai Pembangunan dan Keadilan (AKP) yang berbasis Islam pada 2003.

Para perwira tinggi tersebut seharusnya hanya mendapat penundaan promosi jabatan sebelum tuduhan itu benar-benar terbukti.

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Pertahanan Turki memberhentikan ketiga orang itu setelah penolakan pemerintah untuk menyetujui promosi jabatan yang dua kali digagalkan oleh mahkamah militer, tulis pernyataan itu.

Surat kabar setempat melaporkan hal tersebut adalah pertama kalinya pemerintah memberhentikan perwira yang aktif.

Pertarungan hukum semakin mewarnai ketegangan antara pemerintah dan militer yang memanas pada awal tahun ini ketika 196 perwira aktif dan pensiunan, yang sebagian besar merupakan tokoh senior, dituduh atas perencanaan kudeta.

Rencana tersebut diduga dibuat segera setelah AKP, cabang moderat dari gerakan Islamis yang dilarang, memperoleh kekuasaan pada November 2002 di tengah kekhawatiran bahwa hal itu akan mengancam sistem sekuler Turki.

Dengar pendapat pertama terhadap kasus itu dijadwalkan pada 16 Desember mendatang.

Dalang yang dituduh merencanakan hal tersebut telah membantah tuduhannya, ia mengklaim bahwa dokumen rencana tak terduga yang berdasarkan skenario kekacauan internal itu telah dipalsukan agar terlihat seperti konspirasi.

Lawan politik AKP menuduh pemerintah menggunakan penyelidikan sebagai sarana untuk mendiskreditkan angkatan bersenjata negara sekuler itu, dengan harapan untuk menyingkirkan hambatan utama dalam mewujudkan ambisi negara Islam mereka.

Tuduhan yang kemudian dibantah oleh AKP, dengan memuji penyelidikan tersebut merupakan langkah untuk memperbaiki demokrasi di negara yang kekuatan militernya tidak menduduki pemerintahan sejak tahun 1960.

Jaksa penuntut bersikeras bahwa para terdakwa merencanakan untuk membuka jalan untuk kudeta militer dengan menempatkan negara tersebut dalam kondisi kacau dan tidak stabil.

Rencana yang diberi nama "Operasi Palu" itu diduga akan menekankan aksi pembomban terhadap masjid-masjid di Istanbul dan memprovokasi ketegangan dengan Yunani untuk menajamkan opini publik tentang perlunya sebuah kudeta.

Penyelidikan yang di lakukan pada Februari itu dilakukan di tengah tuduhan kontroversial terhadap puluhan tentara dan warga sipil lainnya sejak tahun 2007 melalui serangkaian rencana untuk mendestabilisasi dan menggulingkan AKP.

Pengaruh politik militer Turki telah menurun sangat drastis selama beberapa tahun terakhir akibat reformasi yang diinginkan oleh Uni Eropa, sebagai syarat bergabungnya Turki ke dalam kelompok 27 negara kuat Eropa itu. (PPT/K004)

Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010