Surabaya (ANTARA News) - Gunung Bromo yang berketinggian 2.329 meter di atas permukaan laut (mdpl) yang dalam dua hari ini menyandang status "Awas", tetap menjadi primadona dan ikon pariwisata Jawa Timur, masih bisa dinikmati oleh para turis.
Kepala Dinas Pariwisata Kabupaaten Probolinggo, Tutug Edi Utomo, Kamis, menyatakan bahwa para pelaku pariwisata di Kabupaten Probolinggo sepakat bahwa obyek wisata Gunung Bromo masih terbuka bagi wisatawan.
Tutug mengakui, akibat aktivitas Gunung Bromo yang belakangan ini meningkat (status "Awas" atau Level IV) berdampak menurunkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke objek wisata andalan Jatim itu.
Sejak akrtivitas Gunung Bromo meningkat, jumlah pengunjung yang setiap harinya sekitar 50 wisatawan mancanegara, dan sekitar 100 wisatawan domestik menurun menjadi sekitar 20 wisatawan mancanegara, dan sekitar 50 wisatawan domestik.
Bahkan setelah Gunung Bromo ditingkatkan statusnya menjadi "Siaga" pada Selasa (23/11) dan langsung "Awas" pada sore harinya (16.30 WIB), Gunung Bromo dinyatakan tertutup untuk wisatawan. Sejak hari Selasa itulah tidak ada lagi penarikan karcis masuk ke kawasan Gunung Bromo.
Namun, lanjut Tutug, para pelaku pariwisata di Kabupaten Probolinggo sepakat tidak akan menghitung kerugian materiil industri pelancongan di Probolinggo akibat menurunnya kunjungan wisatawan karena aktivitas Gunung Bromo belakangan ini yang meningkat.
Sebaliknya, kata Tutug, para pelaku wisata di Probolinggo sepakat untuk mengemas aktivitas Gunung Bromo menjadi paket wisata yang menarik.
"Dunia pariwisata kan dituntut untuk lebih berkreasi," ucap Tutug menegaskan.
Paket wisata Gunung Bromo akan dikemas dengan mempertimbangkan keamanan bagi wisatawan. Yakni Gunung Bromo tetap dibuka untuk wisatawan, tapi dibatasi hanya sampai di Cemorolawang, dan tidak mendekati lautan pasir maupun gunung api itu sendiri.
Menurut dia, batas kunjungan hanya sampai di tepi kaldera Gunung Bromo atau sekitar 3 kilometer dari kawah Gunung Bromo merupakan kawasan aman yang bisa dikunjungi wisatawan.
Sebelumnya, paket wisata Gunung Bromo meliputi menyaksikan matahari terbit di Puncak Penanjakan (Tosari, Kabupaten Pasuruan), dan menaiki kawah Gunung Bromo di lautan pasir.
Obyek wistawa Gunung Bromo merupakan "view" yang bisa disaksikan dari kawasan Cemorolawang dari arah Probolinggo, dan Puncak Penanjakan dari arah Pasuruan.
Meski Gunung Bromo aktivitasnya sedang tinggi, panoramanya masih bisa disaksikan dari dua tempat tersebut, karena kawah Bromo berada di tengah lautan pasir yang posisinya di bawah dengan jarak sekitar 3 kilometer dari permukiman warga.
Tutug menyebutkan, Gunung Bromo pada bulan Oktober sebelum mengalami peningkatan aktivitas masih dikunjungi 8.489 wisatawan domestik, dan 1.455 wistawan mancanegara.
Namun, setelah memasuki bulan November, ketika aktivitas Gunung Bromo mengalami peningkatan, jumlah pengunjung baik manacanegara maupun domestik mengalami penutuinan yang cukup drastis.
Sementara itu, Menteri Koordinator (Menko) bidang Kesejahteraan Rakyat (Kesra) Agung Laksono, memamntau langsung Gunung Bromo dari "Lava View" di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, Kamis pagi.
Hal itu dilakukan untuk mengetahui secara kasat mata aktivitas Gunung Bromo dari jarak sekitar tiga kilometer, menyusul meningkatnya aktivitas hingga dinaikkan status menjadi "Awas" atau level IV.
Menko Kesra Agung Laksono juga meninjau Pos Pengamatan Gunung Bromo di Ngadisari Cemorolawang, Probolinggo untuk mengetahui data aktivitas gunung api yang menjadi ikon pariwisata Jatim tersebut.
Data terakhir menunjukkan bahwa aktivitas Gunung Bromo mengalami gempa tremor vulkanik antara 26-30 mm atau menurun antara 2-5 mm.
Menko Kesra mengatakan, penanganan Gunung Bromo harus dilakukan sebaik mungkin, karena kawasan tersebut adalah daerah wisata.
Ia mengingatkaan, penanganan Gunung Bromo harus dilakukan dengan baik sejak dini agar tidak menimbulkan dampak ekonomi masyarakat khusunya di sektor wisata.
Kepada masyarakat setempat, juga diimbau mematuhi semua kebijakan yang dikeluarkan pejabat berwenang, khususnya soal jarak aman dan mengungsi jika diharuskan.
Sebelumnya, Menko Kesra di Pendapa Kabupaten Probolinggo, Rabu (24/11) malam mendapat paparan tentang aktivitas Gunung Bromo yang menjadi primadona dan ikon pariwisata Jawa Timur tersebut.
Disebutkan, Pemerintah Kabupaten Probolinggo telah menyediakan beberapa titik pengungsian sebagai langkah antisipasi penanggulangan jika terjadi bencana.
Gunung Bromo secara administratif terletak di Kabupaten Probolinggo, dan memiliki tinggi puncaknya 2.329 mdpl (meter dari permukaan laut).
Namun, kawasan sekitar Bromo ada beberapa desa yang masuk dalam empat wilayah kabupaten di Jatim, selain Probolinggo, juga Pasuruan, Lumajang serta Kabupaten Malang.
Brimob dikerahkan
Dari Surabaya dilaporkan, Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur telah menyiagakan satu satuan setingkat kompi (SSK) anggota Brimob untuk mewaspadai erupsi Gunung Bromo (2.329 mdpl).
"Ada satu SSK di sana yakni 30 anggota Brimobda di Ngadisari, 30 anggota di bawahnya lagi, dan 30 anggota lagi di Sukapura," kata Kapolda Jatim Irjen Pol Badrodin Haiti.
Ia mengemukakan hal itu, setelah menyaksikan aksi "penyerangan" kelompok sipil bersenjata dalam simulasi peragaan penanganan anarki sesuai Protap Kapolri Nomor 01/X/2010 di Pos Penjagaan Mapolda Jatim di Surabaya.
Menurut Kapolda, dirinya sudah menyaksikan langsung lokasi aktivitas vulkanik Bromo yang secara fisik mulai ada penurunan.
"Gempa tremor sudah menurun dibandingkan dengan sebelumnya, tapi status masih tetap `Awas`," katanya, didampingi Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Pudji Astuti MM.
Kendati demikian, menurut dia, petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) sudah cukup siap bergerak dalam kondisi darurat.
"Saya melihat sudah ada posko, ada mekanisme pengungsian, struktur tim penyelamatan, dan alat-alat untuk evakuasi seperti truk juga sudah disiapkan masyarakat sebanyak 170 armada," paparnya.
Bahkan, katanya, pola-pola evakuasi juga sudah disiapkan untuk asumsi 6 kilometer, 3 kilometer, dan sebagainya.
"Kalau asumsi titik bencana sejauh 6 kilometer, maka berapa jumlah penduduk yang harus dievakusi dan desa mana saja serta titik evakuasi ada dimana pun sudah siap," tuturnya menjelaskan.
Ditanya tentang aktivitas masyarakat Bromo yang masih seperti biasa, ia mengatakan hal itu terkait dengan pandangan masyarakat dan aparat vulkanologi yang berbeda.
"Masyarakat memandang bahwa aktivitas Bromo masih biasa, dan mereka meyakini tidak akan menyentuh permukiman pendudukan, namun hanya sampai di lautan pasir," ujarnya menambahkan.
Sebaliknya, katanya, petugas vulkanologi memandang asap hitam yang muncul merupakan gejala yang sudah patut diwaspadai.
"Karena itu, kami masih mempersilakan masyarakat untuk beraktivis, tapi jangan sampai ke lautan pasir. Itu nggak boleh lagi," katanya menegaskan.
Berdasarkan data dari Pos Pengamatan Gunung Bromo di Ngadisari, Cemorolawang, Probolinggo, aktivitas gempa vulkanik meningkat sejak 8 November 2010.
Sejak 8 November 2010 mulai tercatat Tremor Vulkanik dan status kegiatan Gunung Bromo meningkat terus, sehingga akhirnya dinaikkan statusnya menjadi "Awas" (Level IV) pada 23 November 2010 pukul 16.30 WIB.
Sedangkan dari Malang dilaporkan, Pemerintah Kabupaten Malang melalui Dinas Kesehatan setempat telah menyiagakan empat orang petugas kesehatan yang berjaga di Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo atau perbatasan terdekat dengan lokasi Gunung Bromo.
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Malang, Muhammad Fauzi menjelaskan, penyiagaan petugas kesehatan tersebut terkait meningkatnya status Gunung Bromo dari "Siaga" (Level III) menjadi "Awas" (Level IV).
Sementara, selain berjaga empat petugas tersebut, juga membuat Pos Terpadu yang berada di Desa Gubuk Klahakh.
"Keempat petugas kesehatan tersebut, masing-masing petugas sanitarian dan ahli lingkungan, ahli logistik apoteker, ahli `surveilence` atau penyakit menular," paparnya.
Fauzi mengatakan, terkait peningkatan status ini sejumlah penyakit patut diwaspadai, seperti inspeksi saluran pernafasan atas/akut atau ISPA, penyakit mata serta alergi debu vulkanik.
Untuk itu, Fauzi mengimbau agar warga tidak sering keluar rumah jika tidak mempunyai kepentingan yang mendesak.
"Jika terpaksa keluar, harus mempersiapkan diri dan wajib memakai masker serta kacamata agar terhindar dari debu vulkanik," ujarnya.
Sebelumnya, Dinas Kesehatan setempat telah membagikan sedikitnya dua ribu masker kepada warga yang lokasinya berdekatan dengan Gunung Bromo (2.329 mdpl).
Pembagian ini sebagai upaya antisipasi warga agar tidak terserang penyakit ISPA akibat abu vulkanik Gunung Bromo.
Sementara itu, Camat Poncokusumo, Dwi Ilham mengatakan, lokasi Desa Ngadas, Kecamatan Poncokusumo yang berpenduduk sekitar 1.200 kepala keluarga tersebut dari titik Gunung Bromo berjarak sekitar 15 kilometer.
Desa Ngadas merupakan kawasan Kabupaten Malang yang terdekat dengan lokasi Gunung Bromo, meski demikian masih ada sejumlah desa lainnya, namun masuk di wilayah Probolinggo, seperti Desa Ngadisari dan Cemorolawang.
Ia mengatakan, dengan jauhnya jarak tersebut, membuat penduduk desa tidak terlalu mengkhawatirkan adanya peningkatan status tersebut.
"Lokasi desa kami masih berjarak 15 kilometer dengan pusat Gunung Bromo, dan masih ada sejumlah desa lainnya yang lebih dekat," ucapnya.
(T.KR-MSW*E011*ANT-162/C004/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010