Negara maju PPh individualnya dominan, tapi kalau negara kurang maju PPN-nya yang dominan. Indonesia di tengah-tengah
Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati akan melanjutkan upaya dan langkah-langkah reformasi pajak untuk mendorong penerimaan pajak tahun depan yang dalam RAPBN 2022 ditargetkan sebesar Rp1.262,9 triliun.
“Untuk reformasi perpajakan kita terus melakukan baik administrasi, SDM, ICT, dan dari sisi enforcement, untuk meningkatkan kepatuhan,” kata Menkeu Sri Mulyani dalam Raker bersama Banggar DPR RI di Jakarta, Rabu.
Untuk penerimaan PPh diproyeksikan tumbuh 10,7 persen atau Rp680,9 triliun dengan sumber pertumbuhan antara lain dari dampak technical rebound penerimaan tahun 2021 yaitu pengawasan pembayaran masa (PPN).
Kemudian perluasan basis pajak yakni pencarian sumber baru penerimaan atau Pengawasan Kepatuhan Material (PKM) serta sektor kontributor utama yang diproyeksikan masih mempertahankan pertumbuhan positif.
Baca juga: Sri Mulyani ajak generasi muda paham dan sadar pajak
Untuk penerimaan PPN yang tumbuh 10,1 persen atau Rp552,3 triliun sejalan pemulihan aktivitas ekonomi dalam negeri, perluasan pemungutan PPN PMSE, dan memperhitungkan normalisasi pertumbuhan pada 2021.
Sementara itu Sri Mulyani menjelaskan kebijakan pemajakan tahun depan akan meliputi perluasan basis pemajakan dengan meningkatkan kepatuhan melalui kegiatan edukasi dan peningkatan pelayanan perpajakan.
Selanjutnya, dilakukan inovasi penggalian potensi dengan tetap menjaga iklim investasi dan keberlanjutan dunia usaha, perluasan kanal pembayaran pajak serta penegakan hukum berkeadilan untuk mendorong kepatuhan wajib pajak.
“Negara maju PPh individualnya dominan, tapi kalau negara kurang maju PPN-nya yang dominan. Indonesia di tengah-tengah,” ujar Sri Mulyani.
Baca juga: Stafsus Menkeu: Tahun 2022 momentum reformasi perpajakan
Ia menambahkan reformasi perpajakan juga dilakukan untuk mewujudkan sistem perpajakan yang lebih sehat dan adil dalam rangka mendukung pendanaan pembangunan.
Secara rinci, reformasi akan dilakukan melalui reformasi kebijakan yaitu insentif pajak fokus pada sektor bernilai tambah tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja serta diberikan secara terukur dan efisien.
“Kita berharap individual tax payer lebih banyak di Indonesia. Jumlah pembayar pajak ini bisa terjadi kalau middle income class kita growing,” kata Sri Mulyani.
Selain itu reformasi kebijakan juga dilakukan untuk menjawab tantangan competitiveness sekaligus mempertahankan dan memperluas basis pajak.
Tak hanya itu, reformasi turut dilakukan dari sisi administrasi yang lebih sederhana dan efisien serta menjamin kepastian hukum perpajakan sekaligus pemanfaatan dana dan informasi keuangan secara optimal termasuk adaptasi pada perkembangan digital.
Baca juga: Ekonom: Reformasi perpajakan mendesak dilakukan
Pewarta: Astrid Faidlatul Habibah
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2021