"Kasus yang sangat memalukan ini, hendaknya bisa untuk memperbaiki sistem pendidikan moral di sekolah, dan menjadi kewajiban dunia pendidikan untuk melibatkan komite sekolah dalam melakukan pengawasan secara `intens` terhadap generasi penerus bangsa agar tidak kecolongan, sehingga berbuat yang tidak terpuji," kata Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kulon Progo Sri Mulatsih, di Wates, Rabu.
Ia mengatakan kejadian tersebut merupakan `pukulan`, dan memalukan dunia pendidikan di Kulon Progo. "Tentu kejadian ini menyadarkan semua pihak untuk lebih peduli terhadap generasi penerus bangsa yaitu pelajar," katanya.
Untuk itu, pihaknya sudah mengedarkan surat instruksi ke sekolah-sekolah untuk merazia "handphone" siswa agar kasus video porno tidak kembali terjadi di Kulon Progo.
Meski demikian, Sri Mulatsih mengatakan kemunduran moral pelajar bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah dan sekolah, orang tua pun wajib ikut mengawasi kegiatan dan perilaku anaknya.
Sementara itu, Kasat Reskrim Polres Kulon Progo AKP Suhadi mengatakan video porno tersebut diperankan dua palajar sekolah menengah atas (SMA) di Kecamatan Nanggulan, Kabupaten Kulon Progo, yaitu RH (16) dan SBA (20).
Video porno ini masing-masing berdurasi satu menit 20 detik, dua menit 41 detik, serta 36 detik. "Kedua pelakunya sudah kami periksa, dan kami tetapkan sebagai tersangka, tetapi karena mereka statusnya masih pelajar, maka kami bebaskan," katanya.
Namun, kemudian mereka "menghilang". "Tetapi alamat pelaku video porno itu sudah kami ketahui, yaitu di Kecamatan Samigaluh," katanya.
Ia mengatakan lokasi pembuatan video porno tersebut di sebuah penginapan di kawasan Pantai Glagah pada 5 September 2010.
Video ini mulai tersebar sejak 26 Oktober 2010 di internet dan telepon seluler di kalangan warga masyarakat Kabupaten Kulon Progo.
Menurut dia, dua tersangka pelaku video porno tersebut dikenai Pasal 29 Undang-undang (UU) Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi. "Dalam pasal itu menyatakan setiap orang yang membuat dan memproduksi, atau memperbanyak, akan dikenai hukuman penjara minimal enam bulan, dan maksimal 12 tahun," katanya. (ANT-159/K004)
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010