Jakarta (ANTARA News) - Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Darwin Zahedy Saleh, menilai bahwa penghematan pemakaian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi sudah harus dimulai.
"Kita harus berani melangkah. Kalau tidak, maka beban APBN akan berat," katanya di Jakarta, Rabu.
Menurut dia, kenaikan volume BBM bersubsidi sebesar 10 persen per tahun akan meningkatkan beban subsidi hingga Rp10 triliun.
Ia mengatakan, pihaknya akan membicarakan lebih lanjut rencana penghematan BBM tersebut dengan Komisi VII DPR.
Darwin juga mengatakan, dalam komunikasinya dengan Komisi VII DPR beberapa waktu lalu, komisi tersebut telah meminta pemerintah lebih tegas dan mempersiapkan dengan baik penghematan BBM tersebut.
"Penghematan penting karena subsidi BBM yang hampir Rp90 triliun, masih banyak dinikmati mereka yang tidak berhak," katanya.
Namun, Darwin tidak mau menjelaskan mekanisme dan opsi-opsi penghematan BBM subsidi tersebut.
"Masih dibicarakan. Ibu Dirjen Migas, BPH Migas, dan Pertamina lebih berkompeten menjawabnya," ujarnya.
Pemerintah merencanakan penghematan BBM subsidi mulai diberlakukan 1 Januari 2011.
Nantinya, BBM subsidi hanya diperuntukkan bagi kendaraan angkutan umum, sepeda motor, dan nelayan.
Sebelumnya, Anggota Komite Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas) Adi Subagyo menyatakan,
moda transportasi sektor komersial seperti kapal laut, kapal nelayan skala besar, kendaraan alat berat, truk tambang dan industri, serta kereta api barang akan dilarang memakai BBM subsidi.
Saat ini, sesuai Perpres No 9 Tahun 2006, kapal berbendera nasional dengan trayek dalam negeri, nelayan yang menggunakan kapal di atas 30 gross ton (GT), dan seluruh transportasi darat boleh memakai solar bersubsidi.
Pelarangan pemakaian BBM subsidi bagi kendaraan pribadi, menurut Adi, masih ada dua opsi yang dibahas, yakni berlaku ke semua kendaraan pribadi atau kendaraan dengan produksi di atas tahun 2005.
Kalau diterapkan pada semua moda transportasi termasuk mobil pribadi, maka penghematan memerlukan alat bisa berupa kartu pintar (smart card) atau stiker.
Namun, kalau hanya berlaku bagi moda transportasi komersial, maka bisa langsung diterapkan dan tidak memerlukan smart card.
BPH Migas memperkirakan, kalau hanya berlaku pada moda komersial, tanpa kendaraan pribadi, maka pengurangan pemakaian BBM subsidi bisa mencapai empat juta kiloliter.
Penghematan BBM subsidi itu akan dituangkan dalam peraturan presiden sebagai revisi Perpres No 55 Tahun 2005 yang telah diubah menjadi No 9 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Perpres No 55 Tahun 2005 tentang Harga Jual Eceran BBM Dalam Negeri.
Draf revisi perpres itu sudah diserahkan BPH Migas ke Kementerian ESDM.
BPH Migas juga sudah meminta PT Pertamina (Persero) melakukan penambahan dispenser BBM nonsubsidi sebagai persiapan program penghematan.
(T.K007/B012/P003)
Editor: Priyambodo RH
Copyright © ANTARA 2010