Perkiraan tersebut didasarkan pada asumsi varian COVID-19 yang baru tidak lagi muncul. Pasalnya, dengan kemunculan COVID-19 varian delta, berbagai negara mengalami gelombang kedua dan ketiga kasus COVID-19 meski mulai kembali pulih.
“Kalau kita lihat pertumbuhan ekonomi di kuartal II 2021, hampir sebagian besar negara sudah recover, jadi untuk perpanjangan tiga tahun ini kelihatannya tidak memungkinkan,” kata Airlangga dalam Rakerkonas Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) secara daring di Jakarta, Selasa.
Baca juga: Restrukturisasi kredit makin landai, BRI optimistis ekonomi pulih
Dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 48 Tahun 2020, pemerintah memperpanjang restrukturisasi kredit usaha sampai 31 Maret 2022 dari sebelumnya hanya sampai 31 Maret 2021.
Menurut Airlangga, restrukturisasi kredit usaha hanya diperpanjang satu tahun dengan pertimbangan pandemi COVID-19 sudah tertangani dalam setahun ke depan.
Saat ini, pemerintah pun telah meminta OJK memperpanjang restrukturisasi kredit sampai 31 Maret 2023 mendatang. Ia mengatakan kredit usaha yang berorientasi ekspor akan diprioritaskan untuk bisa direstrukturisasi.
Baca juga: OJK buka kemungkinan perpanjangan kebijakan restrukturisasi kredit
“Apabila orientasinya ekspor tentu akan diberi prioritas, dan pemerintah sudah memberi jaminan kepada perbankan untuk melakukan restrukturisasi kredit,” kata Airlangga.
Sebelumnya, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi Sukamdani mengusulkan pemerintah langsung memperpanjang aturan restrukturisasi kredit usaha sampai tiga tahun ke depan atau sampai 31 Maret 2025. Di samping itu, plafon kredit yang direstrukturisasi juga diminta ditentukan oleh pihak perbankan.
“Dari sisi plafon (kredit), kalau POJK sebelumnya sebesar Rp10 miliar. Ini kami usulkan ditentukan oleh masing-masing perbankan saja karena dia lebih tahu besarannya,” ucap Hariyadi dalam kesempatan yang sama.
Pewarta: Sanya Dinda Susanti
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2021