Ratusan wawancara kerja telah dia jalani dan ongkos yang dikeluarkan mencapai 1.000 pound (sekitar Rp16juta) sebagian besar untuk beli perangko.
Penderita cerebral palsy pernah mencapai angka 98 persen dalam test bakat namun tak lolos untuk lowongan pegawai negeri.
"Saya sudah melamar ke semua lowongan yang bisa saya kerjakan tapi tetap saja menganggur. Hampir setahun belum juga ada tawaran kerja, saya jadi mulai depresi dan sepertinya semakin sedikit pekerjaan yang sesuai dengan harapanku."
Setelah 12 bulan lamarannya ditolak terus, Shakespeare berhenti mencari kerja. Dia menemukan ide sekaligus merintis profesi sebagai "consultant advising businesses on disability issues".
"Selama ini para pewawancara merasa tak nyaman, tegang dan tak yakin tentang cara menghadapi orang cacat. Saya jadi sadar ada ratusan bisnis yang tak punya pengalaman berhadapan dengan orang cacat. Ada manfaatnya jika mereka mencari tahu dari orang yang punya titik pandang dari kehidupan sebenarnya."
Shakerspeare lalu menghadiri berbagai acara networking untuk memperkenalkan idenya kepada para tokoh bisnis tingkat lokal. Dia lalu menyimpulkan idenya bisa diterima, karena itu Shakespeare mendirikan kantor sederhana di Derby.
"Sekarang saya berdikari, jadi semuanya tergantung saya dan saya sudah bertekad untuk berhasil.Saya yakin akan hal itu."
Sejauh ini bisnisnya "booming", para calon pengguna jasanya antre. Salah satu pengguna jasa pertamanya adalah suatu jaringan hotel di wilayah tersebut.
Pada bulan Oktober, dia menjadi "tamu misteri" di hotel tersebut. Dia menyusun laporan kepada manajer dan memberitahu karyawan tentang cara meningkatkan pelayanan.
"Selama ini kami banyak melakukan pelatihan soal kepekaan terhadap penyandang cacat, tapi saya ingin penyegaran tentang cara kami menangani tamu yang cacat. Richard (Shakespeare) membawa isu itu menjadi kenyataan, dan ini sangat berharga," kata manajer hotel tersebut, Mike Colman.
(A038/A038/BRT)
Penerjemah: Aditia Maruli Radja
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2010