London (ANTARA News) - Tenaga Kerja Indonesia/TKI-W yang ada di Inggris mungkin lebih beruntung dari rekan rekannya yang bekerja di Timur Tengah maupun di Negara lainnya, dengan adanya program Buruh Migrant Indonesia (BMI) yang diadakan oleh KBRI London.

Sejak beberapa bulan lalu sekitar 20 tenaga kerja Indonesia baik yang bekerja sebagai nanny, maupun pembantu rumah tangga, domestic workers serta care worker merawat manula berkesempatan mengikuti pelajaran bahasa Inggris yang diadakan di gedung KBRI yang terletak di daerah elit Oxford Street. London.

Counsellor Protokol & Konsuler Dwi K. I. Miftach, mengatakan latar belakang diadakannya kursus bahasa Inggris untuk tenaga kerja Indonesia dalam upaya KBRI sebagai perwakilan pemerintahan Indonesia memberikan pelayanan dan pengayoman bagi Warga Negara Indonesia yang berdomisili, belajar maupun bekerja di kerajaan Inggris Raya.

Dikatakannya salah satu cara pendekatan dan pelayanan terhadap WNI terutama para Tenaga Kerja Kerja Indonesia/TKI-W maka KBRI London adalah dengan memberikan kesempatan untuk belajar bahasa Inggris yang merupakan bahasa resmi internasional.

Menurut data yang pernah ditulis BBC Indonesia tercatat sekitar 16.500 visa pembantu rumah tangga pada 2009, sekitar 1.798 visa pembantu asal Indonesia dan hanya 254 yang terdaftar di KBRI London.

Pak Dwiky, demikian Dwi K. I. Miftach, diplomat karir ini biasa disapa mengatakan tujuan digelarnya pelajaran bahasa Inggris karena tidak dapat di pungkiri semua tulisan, komunikasi akan berpacu pada bahasa Inggris baik dalam media, rumah sakit, atau instantsi pemerintahan lainnya.

Kurangnya rasa percaya diri dan kesulitan dalam berkomunikasi adalah hal utama menjadi penghalang untuk itu dalam kursus bagi TKI dan TKW lebih terfokuskan pada latihan percakapan, mendengarkan lagu inspirasi, sekaligus memotivasi mereka untuk menjadi individu yang lebih baik, ujarnya.

Dalam tiga kali pertemuan rata rata lebih 20 tenaga kerja domestic Indonesia yang mengikuti kursus bahasa Inggris, ujar Indah Morgan yang menjadi staf pengajar sekaligus motivator kepada tenaga kerja Indonesia di Inggris.

"Awalnya memang sulit juga, bahkan saya sampai merasa hampir putus asa but never lost hope, setelah menunggu lama akhirnya mereka datang satu persatu," ujar istri Stephen Morgan, dosen di Nottingham University.

Dwiky mengakui dibutuhkan kesabaran ekstra untuk tangani sesama WNI, domestic worker, selain Positive thinking, bahwa mereka masih segan, atau saling tunggu teman, untuk datang ke KBRI. "Program ini adalah The First, ever, by KBRI, sehinga dimanapun yang pertama merupakan yang terberat," ujar Pak Dwiky .


Bahasa Inggris plus


Menurut Indah, ibu dua putri, pelajaran yang diberikan tidak saja berupa bahasa Inggris tetapi juga kepribadian untuk membantu meningkatkan rasa percaya diri pada para TKI-W yang mengikuti kursus yang diadakan di ruang pertemuan yang sering digunakan oleh dubes untuk pertemun diplomat.

Suasana belajar cukup akrab, posisi kursi melingkar sehingga setiap peserta bisa memandang teman barunya, bila topik berganti untuk diskusi kelompok, maka mereka bergabung dengan kelompok masing-masing, misalnya, bagian nanny, bagian domestic workers, bagian care worker (merawat manula).

Kelas non formal ini di awali dengan perkenalan dan tukar cerita untuk lebih saling mengenal, setiap peserta memiliki keunikan cerita tersendiri, keberanian mereka keluar dari tekanan majikan, gaji yang minimum, serta perlakuan yang tidak manusiawi perlu mendapatkan acungan jempol, ujar Indah.

Alasan tersebut semata-mata karena keinginan untuk merubah nasib dengan harapan mendapatkan gaji yang lebih banyak, mendapatkan kesamaan hak sebagai sesama bangsa tanpa di bedakan karena posisi mereka sebagai domestic workers.

Kursus Bahasa Inggris di mulai pukul satu siang hingga jam empat sore setiap minggu dalam dua kali sebulan. Pada sejam pertama diadakan pelajaran percakapan, games dan melakukan praktek berkomunikasi dalam Bahas Inggris, ujar Indah .

Pengenalan Bahasa Inggris, mendengarkan lagu berjudul search the hero, di putar dua kali dan murid di wajibkan mengingat kata-kata yang berkesan sesuai dengan kemampuan pribadi masing-masing.

Selain itu juga diajarkan langkah membangun rasa percaya diri yang tak tergoyahkan. Dengan Bank Pujian dengan cara, memberikan pujian terhadap pasangannya. Orang yang sedang di puji tidak boleh memberikan komentar apa-apa, yang di perbolehkan hanyalah menulis akan pujian tersebut, setelah lima menit, akan bergantian.

Tergantung dari jumlah muridnya, secara bergantian sampai setiap peserta akan mengoleksi pujian sebanyak mungkin dari orang yang berbeda.

Dari bank pujian ini, masing-masing murid akan menemukan fondasi sebagai dasar untuk mengenali diri mereka sendiri. Dan pada sejam terakhir penutupan dan feed back, mereka di minta untuk memberikan saran, kritik dan ide demi lancarnya pelaksanaan program

Sejam sebelum acara berakhir, ada pelajaran motivasi yang mengambil diskusi tujuh langkah membangun rasa percaya diri yang tak terangguhkan.

Semangat yang tinggi untuk datang ke kursus non formal bahasa Inggris di awal musim dingin ini menunjukkan bahwa peserta memiliki niat untuk belajar yang tinggi demi masa depan yang lebih baik.

"Mereka percaya dengan memiliki keberanian dan kemampuan berbahasa Inggris akan merupakan bekal untuk bersaing dengan pesaing yang berasal dari Philipina yang saat ini menguasai pasaran di bidang domestic workers," ujarnya.

Berkumpulnya sahabat, teman dan sejawat seperjuangan merupakan salah satu kebahagiaan yang terpancar dari wajah peserta, kesediaan untuk belajar dengan pemikiran yang terbuka guna memudahkan menimba ilmu semaksimal mungkin.


Pelarian


Menurut Indah, hampir 80 persen dari peserta yang hadir hari ini adalah pelarian dari majikan yang berasal dari Middle East seperti Qatar, Kuwait, Jeddah dan Abu Dhabi. Mereka datang ke UK mengikuti majikan mereka yang sedang berlibur, bekerja atau bersekolah di UK.

Kebanyakan mereka tidak memegang paspor, sebagai cara membuktikan bahwa mereka memiliki hak untuk tinggal di UK maka mereka meminta bantuan polisi untuk mengambil bukti diri mereka di tempat majikan. Kebanyakan dari majikan ngotot dengan mengatakan domestic workers hanya diperbolehkan bekerja dengan mereka selama mereka berada di Inggris.

Menurut Indah, sebenarnya, bila domestic workers tersebut masih memiliki domestic workers visa yang masih berlaku maka mereka memiliki hak untuk bekerja dengan siapa saja yang di kehendaki sesuai dengan gaji yang telah di sepakati.

Diantara para peserta kursus sdr Suki yang bekerja dan kontrak sebagai Domestic Worker dan bekerja pada majikan yang mensponsori sebagai nanny dan juga Sdri. I?in, sebagai Nanny pada majikan yang men sponsorinya. Sdr Dahlan, bekerja sebagai Domestic Worker akan tetapi pekerjaan yang di tekuni adalah refleksiology.

Selain itu juga ada Yuni yang datang sebagai Domestic Worker, statusnya sudah melebihi tujuh tahun tinggal di UK dan sudah mendapatkan Indefinite Leave to Remain, sekarang bekerja di Restaurant full time. Dan Wulan, setelah selesai dengan kontrak dengan majikan yang berasal dari Saudi, menemukan jodohnya di Inggris dan menikah.

Menurut Indah, mereka memiliki keberanian dan bahasa Inggris yang lumayan, jadi percaya diri bukanlah hal yang perlu di khawatirkan. Akan tetapi pelancaran Bahasa Inggris masih sangat diperlukan.

Hal lain yang perlu di tambahkan adalah cultural issue dan kemungkinan untuk meningkatkan kualifikasi yang di miliki guna meningkatkan nila tambah pada pengalaman kerja mereka bila visa status mereka telah berubah.

Inggris merupakan negara yang sangat menghargai persamaan hak asasi manusia bagi TKI-W yang berdomisili dan bekerja selama lima tahun berturut-turut dapat mengajukan Indefinite Leave to Remain, dan memiliki kesempatan yang jelas merubah status dari Domestic Workers ke Permanent Residence.

Dengan adanya perubahan ini mereka bisa mengikuti kursus dengan pembayaran yang berlaku untuk orang lokal/home fee biasanya di Adult Community. Setelah mengikuti kursus mereka juga bisa merubah nasib dari pekerjaan sebagai nanny, house cleaner menjadi nurse atau care worker dengan bayaran yang lebih besar.

Salah seorang peserta kursus yang pernah bekerja untuk orang Arab mengakui bahwa ia bersyukur sekarang saya terlepas dari orang Arab dan bekerja di Inggris.

Dengan mengikuti kursus Bahasa Inggris di KBRI, wawasan saya bisa bertambah dan juga mendapatkan ilmu, ujar Nany (tidak nama sebenarnya) yang masih bekerja paruh waktu dan kadang menjadi baby sitting untuk cicit Bung Karno.

Para peserta kursus juga telah membahas untuk program kedepan dengan re entry project, mereka sudah menulis jumlah uang yang mereka bisa tabung sejumlah 5000 Pound Sterling dalam setahun, dan bersedia menanamkan modal untuk pengusaha kecil yang berada di Indonesia dengan cara bagi hasil, demikian Indah Morgan. (ZG/K004)

Oleh Oleh Zeynita Gibbons
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2010